Mengapa ada Perubahan di
Konstruksi Teori saat ini
1. Ketidakcukupan
Fakta untuk membangun Teori
Agak lebih
mudah membangun sebuah kasus untuk menunjukan bahwa psikologi berada dalam
tingkat preteoritis, secara sederhana belum memperoleh data yang cukup tentang
proses pembelajaran dalam rangka untuk mengintegrasikannya kedalam beberapa
teori komprehensif. Meskipun fakta bahwa proses pembelajaran memegang posisi
sentral dalam riset diantara psikologis untuk beberapa dekade, namun masih
banyak pertanyaan dan area controversy yang tidak terpecahkan. Oleh sebab itu,
jelas bahwa ada lebih banyak data tentang macam-macam proses yang terlibat
dalam pembelajaran dan factor-faktor yang mana terlihat paling berpengaruh
dengan proses-proses tersebut.
Psikologis sebelumnya telah sadar akan ketidakcukupan fakta-fakta dan akhirnya mereka memilih untuk meprosesnya dalam sistem building. Mengapa? Cukup jelas bahwa mereka merasa bahwa sistem akan menuntun mereka dalam merencanakan riset mereka dan dalam mendapatkan fakta-fakta tentang proses pembelajaran. Heidbreder menyarankan bahwa sistem building dianggap sebagai “segalanya dan tak terelakkan” (Heidbreder, 1933, p.8) sebagai langkah untuk mendapatkan lebih banyak bukti empiris yang berhubungan dengan proses pembelajaran. “Mengapa psikologi tidak berpindah dari sistemnya dan mengabdi pada pengumpulan fakta-fakta, mengapa hal ini begitu dibutuhkan? Jawabanya adalah pembenaran sistem: bahwa tanpa sistem-sistem, beberapa fakta mungkin bakal datang.
Psikologis sebelumnya telah sadar akan ketidakcukupan fakta-fakta dan akhirnya mereka memilih untuk meprosesnya dalam sistem building. Mengapa? Cukup jelas bahwa mereka merasa bahwa sistem akan menuntun mereka dalam merencanakan riset mereka dan dalam mendapatkan fakta-fakta tentang proses pembelajaran. Heidbreder menyarankan bahwa sistem building dianggap sebagai “segalanya dan tak terelakkan” (Heidbreder, 1933, p.8) sebagai langkah untuk mendapatkan lebih banyak bukti empiris yang berhubungan dengan proses pembelajaran. “Mengapa psikologi tidak berpindah dari sistemnya dan mengabdi pada pengumpulan fakta-fakta, mengapa hal ini begitu dibutuhkan? Jawabanya adalah pembenaran sistem: bahwa tanpa sistem-sistem, beberapa fakta mungkin bakal datang.
Ada
indikasi kuat bahwa psikologis pertengahan abad tidak menganggap sistem
building sebagai “segalanya dan tak terelakkan”; setidaknya, mereka merubahnya
dari sebuah pendekatan deduktif menjadi pendekatan induktif dalam konstruksi
teori. Hal ini nampaknya lebih berbeda dalam filosofi tentang bagaimana
seseorang mengembangkan sebuah teori ilmiah pembelajaran, daripada kenyataan akan
kurangnya fakta-fakta yang ada.
2. Bukti
Empiris Tidak Mendukung Teori-Teori Pembelajaran Komprehensif
Dikarenakan
psikologis dahulunya membangun teori mereka berdasar pada sedikit fakta-fakta
empiris, mengakibatkan riset kemudian tidak memproduksi data yang mendukung
teori-teori. Teori pembelajaran komprehensif bisa jadi ditolak atau diabaikan
pada pertengahan abad 20 terutama karena mereka tidak konsisten dengan bukti empiris
dan sehingga teori-teori menjadi tidak
valid.
3. Kompleksitas
Dari Sebuah Teori Pembelajaran Komprehensif
Begitu
banyak fakta yang telah diakumulasikan untuk diintegrasikan didalam satu teori
pembelajaran komprehensif. Seseorang bisa memperdebatkan bahwa masalah adalah
begitu banyak fakta telah terakumulasi pada pertengahan abad 20 sehingga tidak
mungkin lagi untuk mengintegrasi fakta-fakta tersebut kedalam teori
pembelajaran komprehensif yang sekarang ada. Seseorang kemudian bisa
menyarankan bahwa sebagai hasilnya, banyak psikologis menjadi tidak tertarik
pada prores pengintegrasian teori diluar cakupan area riset mereka.
4. Teori
Pembelajaran Komprehensif Tradisional Cocok Untuk Pembelajaran Hewan, Tetapi
Tidak Untuk Pembelajaran Manusia
Siswa-siswa
yang baru belajar teori pembelajaran dan riset psikologi acapkali komplen
tentang penekanan yang oleh beberapa peneliti menempatkan hewan sebagai subjek
ketimbang manusia sebagai subjek. Kritikan seperti itu bisa dan telah ada pada
riset pembelajaran. Oleh sebab itu seseorang mungkin mengajukan penjelasan
untuk perpindahan dari teori pembelajaran tradisional sebagai pembendung dari
fakta bahwa kebanyakan dari prinsip-prinsip pada teori-teori pembelajaran
tradisional berdasarkan pada kajian yang mana hewan sebagai subjek dari pada
manusia sebagai subjek. Masalah mendasar terletak pada fakta bahwa peneliti perilaku hewan telah menyamakan kritikan
mereka dengan peneliti manusia sebagai kecukupan pada teori-teori pembelajaran
komprehensif tradisional
5. Komputers
Mungkin Digunakan Untuk Mengintegrasikan Temuan Dari Berbagai Kajian
Sebagai
pembaca harus mengetahui akan poin ini, salah satu fungsi utama dari teori
adalah untuk mengintegrasi temuan dari studi individual. Tetapi beberapa
kritikus telah menyarankan bahwa, dengan datangnya “zaman komputer” tidak perlu
lagi untuk menggunakan teori-teori sebagai mekanisme untuk menginterpretasi dan
mengintegrasi temuan dari sebuah variasi studi (Wrigley, 1960). Diketahui bahwa
sebelum PDII era teori dibutuhkan sebagai media bahasa untuk mengintegrasi dan
mensintesiskan temuan dari berbagai area. Namun, disarankan bahwa integrasi
“tidak langsung” tersebut tidak lagi diperlukan. Memang, beberapa mengajukan
bahwa beberapa temuan dari riset bisa dimasukkan dalam program komputer dan
proses pensintesisan bisa diselesaikan langsung disbanding menggunakan teori.
Jadi, kelebihan penggunaan komputer menegaskan bahwa teori tidak menjadi usang,
dan bahwa prosedur pensintesisan yang baru tersedia dalam bentuk program
komputer.
6. Popularitas
Psikologi Kemanusiaan: Effek Pada Teori Pembelajaran Perilaku
Seseorang
bisa saja membantah bahwa alasan utama menyusutnya penteorian pembelajaran
komprehensif dikarenakan oleh didasarkannya teori ini pada konsepsi psikologi
model lama. Oleh sebab itu, disarankan bahwa alasan mengapa teori pembelajaran
komprehensif tidak lagi populer pada pertengahan abad 20 adalah karena banyak
psikolog yang tidak lagi sependapat dalam mendefinisikan “psikologi” seperti
yang mereka definisikan selama awal pertengahan abad yang lalu.
Dalam
beberapa hal, kita bisa menemukan pada pertengahan abad 20 pemunculan kembali
ketertarikan tentang bagaimana “perilaku” manusia sejalan dengan apa yang
“dirasakannya.” Salah satu perkembangan besar dalam psikologi adalah desakan
pada metode riset yang lebih kuat dan bentuk data yang lebih bisa dihitung
untuk dikaji dengan “metode ilmiah.” Sehubungan dengan metode riset yang lebih
kuat, banyak psikolog menganjurkan; bahwa kita bisa memahami beragam makna
pengalaman kompleks manusia jika kita menguranginya kedalam bentuk yang paling
sederhana. Kemudian kebanyakan riset yang berdasar pada teori-teori
pembelajaran komprehensif terdiri dari studi-studi yang secara komparatif meliputi
proses pembelajaran sederhana, sering menggunakan subjek hewan didalam kondisi
experimen yang sangat terkontrol.
7. Perkembangan
Aspek Lain dari Teori Psikologi
Barangkali
teori pembelajaran menyusut secara signifikan karena aspek-aspek teori
psikologi yang lain mulai lebih dikembangkan sekitar pertengahan abad. Dari
diskusi awal dalam buku ini, jelas bahwa teori pembelajaran telah memiliki
peran sentral dalam penteorian, secara umum didalam psikologi kurang lebih
hamper selama pertengahan pertama abad 20. Perlu diingat bahwa ada banyak area
minat/ketertarikan teori yang lain; sensasi dan persepsi merupakan proses yang
dianggap sebuah kepentingan utama pada awal abad 20. Namun selama pertengahan
pertama abad 20, penekanan utama tersebut ditempatkan pada proses-proses
pembelajaran yang mana banyak yang menyamakan teori pembelajaran dengan teori
perilaku umum. Satu alasan dari penurunan minat pada teori tradisional
pembelajaran komprehensif adalah mungkin berakar dari “kompetisi” dengan penteorian didalam area-area lain dari
psikologi.
8. Teori
Pembelajaran Tradisional Kehilangan Seruannya Ketika Terbukti Tidak Memuaskan
Dalam Aplikasi Praktis
Pada bab
sebelumnya tentang kemunculan teori-teori instruksional kita akan mendapatkan
beberapa hubungan yang ada antara teori pembelajaran dengan praktek edukasional
(educational practice) selama abad 20, begitu juga dengan beberapa
penyebab-penyebab perubahan dalam hubungan tersebut dan implikasi-implikasi
dari perubahan tersebut. Akan tetapi, ada hubungan yang menjadi pertimbangan
perihal kemungkinan bahwa teori-teori tradisional pembelajaran kehilangan
seruannya karena psikolog terapan (applied psychologist) tidak menemukan
nilainya dalam berbagai permasalahan praktis (practical problems). Bahwasanya
teori pembelajaran tidak relevan terhadap aplikasi praktis (practical
application).
9. Teori-Teori
Pembelajaran dan Teori-Teori Ilmu Sosial
Teori-teori
tradisional pembelajaran tidak bisa digabungkan kedalam teori-teori ilmu sosial
umum yang dikembangkan kira-kira pertengahan abad 20. Beberapa orang (Miller,
1965; Parsons, 1950; Thorne, 1967) mengajukan bahwa apa yang sebenarnya
dibutuhkan dalam sains perilaku (behavioral sciences) adalah sebuah teori
komprehensif interdisipliner yang akan meliputi semua aspek kegiatan manusia.
Barangkali matinya teori tradisional pembelajaran bisa ditelusuri bahwa teori tersebut
tidak bisa dimasukkan dalam teori-teori komprehensif ilmu sosial tersebut.
10. Hilangnya
Kepemimpinan
Teori-teori
komprehensif pembelajaran kehilangan kemajuan dan perkembangannya ketika
masing-masing teori tersebut kehilanngan pemimpinnya. Sebagai contoh, Hull
salah satu orang penting bagi penteorian hypothetico-deductive dalam psikologi,
meninggal pada tahun 1952; demikian juga halnya dengan Tolman dan Guthrie
meninggal pada tahun 1959.
11. Psikologis
Memiliki Dasar Kuat Dalam Metodologi Riset Namun Miskin Latar Belakang Dalam
Pengembangan Teori
Disamping
dari perbedaan pemikiran serius yang tercipta oleh kurangnya pelatihan akan
elemen-elemen pengembangan teori, seseorang bisa bertanya tentang relevansi
dari program-program pelatihan dalam penteorian bagi psikolog “yang sedang
bekerja” yang mengoperasikan laboratorium saat ini. Dalam berbagai catalog atau observasi
universitas mengenai program lulusan psikologi akan dengan mudah menguak fakta
bahwa departemen psikologi secara rutin memberikan berbagai mata kuliah tentang
metodologi riset namun jarang ada mata kuliah tentang pembentukan teori.
12. Kematian
Teori Pembelajaran Mungkin Adalah Sebuah Phase Perjalanannya
Seseorang
bisa menghubungkan kematian teori pembelajaran komprehensif menjadi hanya
sebuah fase dalam perputaran historis, dengan zeitgeist tertentu yang lebih diorientasikan terhadap pengumpulan
fakta dibanding dengan sistem building.
Se seorang bisa melewatkan semua “penyebab” diatas semata-mata sebuah kebetulan, dan seseorang bisa memposisikan bahwa
psikologi dan sejarah manusia secara umum mengikuti pola siklus. Dengan alasan
tersebut, seseorang kemudian bisa menyarankan bahwa pada waktu yang berbeda
kita akan mengumpulkan fakta-fakta dan dan pada lain waktu kita akan
mengintegrasikan fakta-fakta tersebut lebih menjadi teori komprehensif. Dengan
alasan tersebut, seseorang kemudian mungkin menggambarkan sebutan “kematian”
teori pembelajaran tradisional sedang mengalami satu lagi fase dari proses daur
ulang antara mengumpulkan fakta-fakta dan membentuk mereka menjadi sistem atau
teori penjelasan.
B. POLA-POLA
TEORISASI SEJAK PERTENGAHAN ABAD
Pada
pembahasan sebelumnya jelas bahwa beberapa perubahan besar terjadi dalam
konstrusksi teori pada pertengahan abad. Tentu, sangat penting untuk diingat
fakta bahwa tidak ada pernyataan “resmi” bahwa peneliti pembelajaran ‘harus’
menginterpretasi data mereka dengan cara yang diberikan, tidak juga bagian
individu peneliti pembelajaran seperti individu lain yang bersangkutan
menginterpretasi dan mengintegrasi temuan mereka. Jadi, hal ini bukannya tidak
biasa untuk menemukan sebuah varietas dari berbagai pendekatan dalam penyatuan
(synthesizing) temuan dan dalam penginterpretasian hasil-hasil berdasarkan
sejarah, dengan pendukung-pendukung dari pendekatan respektif (respective
approaches) menjadi agak terlupakan. Tyler menyarankan bahwa seseorang mungkin
mendapatkan banyak perbedaan pandangan dalam psikologi, namun beberapa pola
dapat dibedakan/dilihat. Tiga pola akan dijelaskan pada bagian ini: keberlangsungan
beberapa teori pembelajaran komprehensif dari beberapa dekade sebelumnya,
kemunculan beberapa pendekatan baru menjadi konstruksi teori skala besar, dan
sebuah penekanan baru pada “pengumpulan fakta” dan konstruksi dari “model-model
miniatur.”
Keadaan/Status dari
teori-teori pembelajaran komprehensif sebelumnya.
Jelas
sekali bahwa teori-teori pembelajaran komprehensif tidak lagi memegang posisi
dominan setelah pertengahan abad seperti keadaan selama beberapa dekade
sebelumnya. Namun beberapa diantaranya masih cukup produktif dipakai untuk
kegiatan riset dan usaha penyatuan (synthesizing). Mari kita lihat
masing-masing teori berdasarkan ilustrasi dari teori-teori pembelajaran
komprehensif pada beberapa dekade sebelumnya. Kita pertama akan melihat
teori-teori stimulus-response dan kemudian kita akan mengevaluasi status dari
teori-teori pembelajaran kognitif (cognitive learning theories).
Teori-teori
pada tradisi Thorndikian telah menjaga posisinya dalam riset pembelajaran
hingga sekarang. Namun, penteorian yang lebih terkini diselesaikan dibawah
pedoman dari Clark Hull dan B.F Skinner. Teori Hull tidak memegang posis
kepemimpinan yang kuat yang mana hal ini telah terbit pada tahun 1930an dan
1940an setelah meninggalnya Hull pada tahun 1952. Kita sebelumnya telah
mengetahui bahwa Spencer, “ahli waris” Hull, tampaknya tidak terlalu berminat
pada teori kontruksi dalam skala besar.
Sedikit
berbeda, posisi Skinner tampaknya lebih mendapat kekuatan pada 3/4 abad ini.
Sulit dikatakan apakah hal tersebut karena kepemimpinan personal yang mana
Skinner begitu pandai menjaganya; menjadikanya salah satu psikolog yang paling
“visible” saat ini, atau karena teorinya cocok seperti yang dinilai oleh psikolog
sejamannya. Tentunya, fakta bahwa konsepsinya dalam hal psikologi terapan, yang
secara umum mengacu sebagai behavior
modification, telah menjadi penyebab akan peningkatan dalam melakukan riset
operant dengan subjek manusia dan hal ini memungkinkan memiliki beberapa pengaruh
yang sama juga dalam riset operant hewan.
Teori
Guthrie telah mendapatkan beberapa dukungan, namun pengaruh utamanya sekarang
ini tampak sangat jelas pada beberapa perumusan dari teori pembelajaran
matematis.
Teori
pembelajaran Tolman justru menghadirkan situasi yang agak membingungkan. Munculnya
kembali minat pada riset pembelajaran kognitif sejak pertengahan abad yang
tidak memiliki kesamaan pada permulaan dekade abad ini. Lebih dari itu, jenis
riset kognitif yang dilakukan sekarang memiliki kesamaan mencolok pada beberapa
posisi yang disarankan oleh Tolman, bahkan pada permulaan tahun 1930an ada
sebuah penekanan pada riset kuat yang berhubungan dengan perilaku yang mana
Tolman menekankannya secara tradisional. Kebanyakan dari ide-ide Tolman terbukti
pada riset tentang proses kognitif saat itu tapi ada sedikit usaha secara
komparatif sekarang ini untuk melanjutkan pengembangan teorinya.
Kemunculan “Teori-Teori
Pembelajaran Baru”
Beberapa
spekulasi dalam penteorian muncul pada pertengahan abad bahkan teori-teori
pembelajaran komprehensif tidak lagi mendominasi dan peneliti pembelajaran
psikologi telah memulai untuk lebih menekankan pada pengumpulan data daripada
teori konstruksi. Secara ringkas, kita akan melihat 2 teori terkemuka yang
sejaman dengan teori pembelajaran kontruksi; teori-teori pemrosesan informasi
dan teori-teori pembelajaran matematis.
Tiga trend
utama muncul pada 3/4 abad yang berkenaan dengan proses kognitif dalam rangka
kerja yang berbeda dibanding dengan yang telah pernah dipakai sebelumnya. Perkembangan
pertama, yang disebut teori informasi, bukanlah
sebuah teori seperti banyak anggapan
bahwasanya biasa dipakai untuk mengukur
jumlah informasi yang dikirim dari pengirim ke penerima. Dari suatu
ketertarikan ada fakta bahwa konsep samar-samar dari “pemahaman” dan “memproses
informasi” didefinisikan kedalam term operasional yang bisa dihitung. Teori
informasi yang tersedia bertujuan untuk menghitung hubungan/korespondensi yang
luas antara pesan yang terkirim dengan yang diterima. Selain itu, tidak seperti
teoritikus pembelajaran komprehensif, teoritikus informasi mengkaji berbagai
peristiwa yang benar-benar terjadi dalam kaitan dengan berbagai stimuli dan
respons yang mana “bisa” telah terjadi.
Penteorian
pembelajaran “baru” yang kedua adalah model matematis atau teori-teori
matematis pembelajaran. Karakter pertama adalah pendekatan formal tertentu untuk menteorisasikan. Meskipun semua peneliti
menggunakan angka dan mencoba untuk mendapatkan defenisi operasional objektif,
teoritikus pembelajaran matematis menganjurkan pendefenisian semua term sesuai
nomornya dan mempresentasikan pernyataan-pernyataan teoritis kedalam bentuk
persamaan matematis. Objektifnya adalah untuk menggunakan persamaan matematis
tersebut untuk menjelaskan berbagai proses pembelajaran (yaitu dengan berbagai
macam subjek, berbagai macam tugas, berbagai macam kondisi eksperimen, etc.)
sehingga mereka bisa diperbandingkan dan dibedakan. Jika persamaan matematis
yang sama cocok dengan berbagai data yang berbeda, hal ini berarti
proses-proses pembelajaran tersebut serupa dan pengaruh-pengaruh penting dalam
pembelajaran telah teridentifikasi.
Dominansi Model-Model
Miniatur
Karakter
dominan dari riset pembelajaran selama 3/4 abad bisa digambarkan sebagai sebuah
fase pengumpulan-fakta dengan sedikit minat pada penyatuan temuan melebihi
problem tertentu didalam investigasi. Seseorang bisa membuat daftar panjang dari
area topi yang telah dipelajari, beberapa problem datang dari teori-teori
tradisional pembelajaran komprehensif tapi diinvestigasi dengan lebih membatasi
batasannya, pertanyaan lainpun berasal dari usaha pemrosesan informasi dan
model matematis yang baru muncul. Ketika beberapa satuan temuan telah dicoba,
bidang dari alat konseptual secara khusus telah mendefinisikan bahwa istilah model miniatur telah dipakai untuk
merujuk kepada usaha-usaha tersebut. Area-area topic tersebut dan model-model
miniature akan meliputi tapi tidak bisa dibatasi pada: attention (perhatian),
pembelajaran perceptual, imitiation learning, ingatan jangka pendek (short-term
memory), ingatan jangka panjang (long-term memory, pembelajaran konsep,
pembelajaran pasangan asosiasi, pembelajaran diskriminasi, pemecahan masalah,
etc.
Jika
seseorang mengambil sebuah pendekatan induktif yang ekstrim terhadap teori
konstruksi, penekanan pada pengumpulan fakta bisa dianggap sebuah perkembangan yang sehat dalam psikologi.
Berdasarkan pandangan tersebut, peneliti lebih mungkin untuk memakai prinsip-prinsip
empiris ketika teori konstruksi berdampingan dengan data.
Salah satu
cirri dari riset model-miniatur yang mana relevan dengan diskusi kita dalam
buku ini adalah bahwa telah muncul ketertarikan yang besar pada proses-proses
pembelajaran manusia. Pada akhirnya, hal ini jelas akan mempunyai benefit yang diharapkan bagi pendidik dan psikolog
pendidikan yang berkeinginan untuk menggunakan sebuah data base psikologis
ketika mendesain prosedur-prosedur intstruksional. Namun, permasalahan pada saat
ini, seperti yang ditegaskan diatas, bahwa ada beberapa percobaan untuk
mengintegrasikan temuan-temuan tersebut menjadi sebuah teori yang lebih
komprehensif atau untuk menginterpretasinya dalam hal kegunaannya yang mungkin
bisa bermanfaat dalam situasi-situasi praktis. Sebagai ilustrasi dari apa yang
bisa dan harus diselesaikan, kita ambil contoh cara kerja memori.
Pada
awalnya, kebanyakan para teoritikus pembelajaran komprehensif seakan-akan telah
mengasumsikan bahwa hanya ada satu macam penyimpanan atau lokasi memori.
Sebaliknya, model-model miniatur sejaman dan pendekatan-pendekatan riset saat
itu didasarkan pada asumsi bahwa setidaknya ada dua atau tiga proses memori.
Banyak peneliti kontemporer berteori bahwa ada sebuah daftar penyimpanan data
panca indera yang mana tidak hanya mampu untuk menerima stimulasi relevan
(sebagai contoh, stimuli visual pada area mata) tetapi juga menyimpan/mengingat
beberapa impression dari stimulus yang diperoleh dalam waktu yang sangat
singkat bahkan setelah stimulus secara fisik tidak lagi ada. Selanjutnya, ada
penyimpanan memori jangka pendek yang mana memiliki kapasitas yang agak
terbatas namun bisa menghandel dan mempertahankan stimuli yang masuk dalam
suatu jangka waktu seperti sepuluh detik menjadi beberapa menit. Terakhir, ada
penyimpanan memori jangka panjang yang mana meiliki kapasitas yang besar/luas
namun memerlukan sejumlah langkah pengkodean sebelum sebuah item bisa disimpan
disana.
Pembahasan
mengenai riset kontemporer pada memori ini, sebagian besar focus pada tipe-tipe
konsep pemrosesan-informasi (information-processing). Beberapa peneliti
menyukai satu varietas dari orientasi teoritis lainnya. Namun, secara praktis
semua peneliti pada tradisi model-miniatur berpegang kuat pada konseptual yang
jelas dan defenisi operasional, dan mereka khasnya mencari variabel-variabel
pengendali dimana perilaku-perilaku (dari area riset tertentu mereka) merupakan
sebuah fungsi. Pola ini cukup jelas pada riset kontemporer bahwa banyak author
telah menggambarkan 3/4 dari abad ini sebagai era “behavioristic functionalism”
atau “functionalistic behaviorism.”
TEORI-TEORI PEMBELAJARAN
SEKARANG DAN MENDATANG
Dalam
menyimpulkan review dari trend-trend konstruksi teori dalam psikologi, perlulah
untuk melihat beberapa perkembangan trend sekarang dan kemungkinannya dimasa
mendatang. Hal ini penting untuk diingat bahwa selama 3/4 abad ini ketika para
psikolog telah lebih berkecimpung didalam pengumpulan fakta dari pada
konstruksi teori, beberapa psikolog menyampaikan pentingnya teori yang tidak
hanya meliputi pembelajaran komprehensif tapi juga untuk teori skala yang lebih
besar yang mampu mencakup ilmu-ilmu sosial secara umum. Seperti contoh,
Pfaffmann (1970) telah menyebutkan “perkembangan dari sebuah kesatuan rangka
kerja konseptual untuk studi perilaku pada semua tingkatan” (p.438). demikian
juga halnya Dollard (1970), dia menggolongkan psikologi sebagai “kepentingan
mendesak dari sebuah teori pembelajaran” (p. 417). Wolman (1968) dan J.G Miller
(1955) telah memberikan bersi mereka dari sebuah teori komprehensif untuk
psikologi dan ilmu-ilmu lainnya. Namun pembaca yang familiar dengan
author-author tersebut dan karya-karya mereka bisa mengenali bahwa mereka
cenderung dengan penggunaan praktis (practical applicability) dari teori-teori tersebut.
Selanjutnya, seseorang bisa menyelidiki seperti pada kecenderungan tersebut
dengan konstruksi teori pada era sekarang ini adalah semata-mata sebuah
manifestasi dari kebutuhan para praktisi untuk menarik semua jenis informasi
yang relevan bersama-sama.
Apa
tipe-tipe konstruksi teori yang mungkin bisa kita prediksi untuk masa depan?
Pertama-tama, hal ini harus dikenali bahwa banyak psikolog merasa bahwa ada
banyak kelebihan yang ditambah oleh pembatasan area teori yang lebih ketat dan
sempit. Jadi, berbagai konstruksi teori skala besar harus mencoba untuk
memasukkan/menggabungkan model-model tersebut. Tapi apa saja jenis kerangka
kerja yang bisa kita antisipasi untuk integrasi skala besar dimasa mendatang? 3
penekanan/pengutamaan yang berbeda sudah ada saat ini yang mana secara spesifik
relevan untuk riset pembelajaran. Pertama adalah beberapa bentuk dari
neobehaviorisme, yang mungkin menyertakan sebuah teori stimulus-response sama
seperti beberapa versi sebelumnya, namun dengan keunggulan dari riset terbaru
yang lebih kuat pada psikologi kognitif. Kedua adalah teori pemrosesan
informasi yang telah muncul sejak pertengahan abad. Ketiga, beberapa posisi,
yang beberapa diantaranya tidak akan berbeda atau terpisah dari posisi
kognitif, secara kolektif mengacu sebagai phenomenological
psychology. Secara sederhana dinyatakan bahwa hal ini menekankan pengalaman
seseorang sebagai kepentingan utama dalam psikologi, dan menyatakan bahwa
perilaku adalah penting ketika memungkinkan bagi psikolog untuk menarik
kesimpulan-kesimpulan tentang bagaimana seorang individu mengalami sebuah
situasi yang diberikan.
Dalam
sebuah symposium yang diadakan beberapa tahun yang lalu, didapatlah beberapa
point utama. Pertama, behaviorisme menekankan objektifitas dalam riset dan
menganggap psikologi sebagai sebuah ilmu alamiah yang berhubungan dengan
perilaku manusia, lebih luasnya berhubungan dengan berbagai phenomena alamiah
lainnya yang mungkin dipelajari dengan metode ilmiah. Keunggulannya terletak
pada objektifnya yang relative dan pertanyataan-pernyataan yang konsisten yang
bisa dibuat berkenaan dengan aktifitas manusia. Namun, beberapa diantaranya
merasa bahwa pendekatan yang “dingin”, “impersonal” kepada manusia semacam itu
menghancurkan nilai psikologi yang paling esensi. Mereka, kebanyakan yang
menjadi pendukung dari pendekatan phenomenological, menegaskan bahwa tugas
psikolog yang sebenarnya adalah untuk memahami pengalaman dari seorang
individu. Bagi mereka, perilaku hanya semata-mata manifestasi yang mungkin atau
bisa jadi tidak merefleksikan bagaimana seseorang mengalami sebuah situasi yang
diberikan pada waktu tertentu.
Segal dan
Lachman (1972) menyatakan bahwa teori stimulus-response sangat berkekurangan,
tidak hanya kurang dalam mengatasi proses-proses pembelajaran manusia yang
kompleks, tetapi juga modifikasi yang diperlukan telah menyisakan
neobehaviorism dengan ketidaksempurnaan dari system koherennya yang lebih awal.
Kemudian, mereka menegaskan bahwa pendekatan neobehavioristic begitu
tipis/lemah sehingga tidak lagi bisa dikenali. Sebagai contoh, Kantor (1970),
memberi pandangan yang lebih optimis dari neobehaviorisme khususnya seperti
yang direpresentasikan oleh eksperimen operant analisis perilaku. Berbeda
dengan kritikan Segal dan Lachman, Kantor menyarankan bahwa pendekatan operant
telah sangat sukses dalam berhadapan dengan beberapa aspek dari perilaku. Hendry
(1969) menyaranan bahwa orientasi operant sekarang sudah siap untuk menghadapi
beberapa aspek dari pemrosesan informasi pada pembelajaran hewan dan manusia. Sehubungan
dengan kontroversi yang ada menyangkut behavioristic versus formulasi kognitif,
sekali lagi, author merekomendasikan bahwa beberapa bentuk perpaduan/perdamaian
mungkin dilakukan dan memang sangat dibutuhkan. Sederhananya, hal ini merupakan
sudut pandang yang diambil bahwa orientasi operant menyediakan sebuah sistem
yang saling berhubungan untuk mendeskripsikan aktifitas yang jelas dari seorang
individu, sedangkan orientasi kognitif menyediakan sebuah konsepsi psikologis
dari peristiwa-peristiwa yang terjadi didalam organisme.
Ada
beberapa saran bahwa teori behavioristic atau neobehavioristic bisa menyediakan
beberapa segi yang menarik untuk pengintegrasian dalam teori-teori yang baru
bersamaan dengan konsepsi pemrosesan-informasi yang telah menjadi lebih populer
belakangan ini. Namun ada dua aspek dari pergerakan model-miniatur yang
harusnya memberikan ekpektasi yang lebih modern/canggih bagi teori-teori
pembelajaran. Barangkali variasi teori telah berhubungan dengan beberapa tipe
pembelajaran yang berbeda atau dengan aspek-aspek proses pembelajaran yang
berbeda. Implikasinya bagi teori-teori pembelajaran mendatang adalah bahwa
mereka mungkin akan menjadi lebih kompleks daripada yang mungkin pernah
diharapkan dari teori-teori tradisional pembelajaran komprehensif. Setidaknya,
mereka akan harus menggabungkan beragam temuan yang berlainan dari model
miniatur proses pembelajaran yang populer saat ini
A. KRISIS
TEORI PADA PERTENGAHAN ABAD?
Bab
sebelumnya menjabarkan beberapa teori besar pembelajaran komprehensif yang
dikembangkan dan mendominasi riset pembelajaran psikologis selama pertengahan
awal abad 20. Pada setiap kasus, menyebutkan bahwa ada teori tertentu sebagai
teori akhir pembelajaran komprehensif. Pada tahun 1950an jelas bahwa teori
pembelajaran komprehensif tidak lagi mempengaruhi riset pembelajaran dan teori
seperti yang pernah ada beberapa dekade sebelumnya.
Kemunculan dari keutamaan
“pengumpulan-fakta”
Bahkan pada
tahun 1949 jelas bahwa psikolog tidak lagi mengikuti jalur penteorian
komprehensif yang telah berlaku sebelum perang Dunia II, dan memang sebuah
sikap antiteori kemudian berkembang. Hebb mencatat perubahan ini dan ikut
berkontribusi dalam pemajuan teori didalam psikologi. Meskipun dia telah
mengakui bahwa psikolog sebelumnya terlalu terburu-buru dan terlalu yakin akan
perkembangan yang besar dari system teoritis, dia merasa bahwa kenyataannya
pada akhi”r 1940an berubah menjadi “secara ilmiah:dosa” (Hebb, 1949, p. 162). Namun
seiring waktu antiteoritis atau ateoritis mulai bermunculan. Jurubicara
(spokesman) lainnya mulai membuat rekomendasi alternative untuk teori
komprehensif sebelumnya.
Sigmond
Koch (1951) menjelaskan psikologi pada 2 dekade sebelum PDII telah disusun
dalam 3 system yaitu psikoanalisis, teori Gestalt, dan konsep respon-stimulus,
secara berurut jurubicara (spokesman) mempromosikan sudut pandang berbeda dari
psikologi. Koch menyebut psikologi telah memasuki sebuah periode “krisis
teoritis” dan dia agak pesimis tentang masa depan teori didalam psikologi jika
kita mengejar “sang agung”,teori komprehensif yang pernah populer beberapa
dekade sebelumnya. Meskipun secara esensial mengambarkan psikologi menjadi
berstatus “preteoritis”, namun dia mengetahui kebutuhan akan spekulasi dan
perkiraan/dugaan dalam perencanaan riset dan penginterpretasian temuan. Koch
mengajukan bahwa teori psikologis yang valid mungkin dihasilkan jika psikolog
mau membatasi diri mereka dalam menginterpretasi temuannya dan dalam merumuskan
teorinya. Dia juga menegaskan bahwa psikolog butuh pelatihan yang lebih baik
dalam mengembangkan teori ilmiah.
Dalam
sebuah tulisan tahun 1950an, Skinner memprovokasi dengan menanyakan “apakah
teori pembelajaran itu dibutuhkan?”. Dia menyatakan bahwa psikolog tidak siap untuk teori hipothetico-deductive.
Dia berpendapat bahwa psikolog memerlukan fakta-fakta lebih dalam mengembangkan
dalil-dalil dan sebuah teori umum yang mungkin bisa didukung berdasarkan
pengalaman nantinya. Dia keberatan akan penginterpretasian dengan acuan yang
banyak untuk menyimpulkan hubungan psikologis atau peristiwa mental internal,
atau pemakaian konstruksi berlebihan untuk mewakili perilaku. Sebaliknya, dia
merekomendasikan bahwa psikolog sebaiknya lebih focus dalam mengumpulkan lebih
banyak data empiris sehubungan dengan perilaku dan setidaknya menetapkan
sementara kesimpulan mereka diluar data yang terkumpul. Dia menyarankan bahwa
teori mempunyai peran penting dalam mengorganisir fakta-fakta yang mungkin
diakumulasikan; dia kemudian mendorong sebuah pendekatan induktif daripada
pendekatan deduktif dalam konstruksi teori. Selain itu, dia mempunyai
preferensi yang berbeda sebagai teknik operasi dan dia cenderung
menginterpretasi data melalui jalur prinsip-prinsip penguatan. Jadi, kandungan
dari tulisan tahun 1950an ini tentang teori pembelajaran cocok dengan gambaran
Skinner sebagai teoris pembelajaran komprehensif tradisional, namun dengan
preferensi konstruksi teori induktif.
Howard H.
Kendler menyarankan bahwa teoris pembelajaran harus lebih memperhatikan tentang
data dengan yang mana mereka bekerja, dan dia mengimplikasikan bahwa seseorang
harus toleran dengan keragaman skema konseptual yang biasa berindikasikan
langsung antara para experimentor dengan temuannya. Sementara pengakuan akan
pentingnya “personal-taste” dalam memilih sebuah teori, dia menekankan tentang
perlunya mengevaluasi pilihan seseorang dalam arti adanya kapasitas yang jelas
dari perumusan tersebut.
Pengakuan
serupa juga disampaikan oleh Kenneth W. Spence dan Koleganya (Spence &
Spence, 1967). Mempertimbangkan fakta bahwa Spence lah psilokologis yang paling
mungkin membawa tradisi Hullian, hal ini penting bahwa dia hanya mengakui
perubahan penteorian dalam psikologi bahkan tanpa memberikan penjelasan singkat
mengenai sebab perubahan itu bisa terjadi. Dia hanya melaporkan: “kita lahir
pada periode pengumpulan data intensif dan secara teori, pada perkembangan
‘sistem miniatur’ yang secara relatif berdasarkan tipe-tipe fenomena experiment yang terbatas (p.vii). Pengakuan
perubahan semacam ini juga menarik karena 17 tahun sebelumnya dia pernah
berspkulasi bahwa penghapusan penteorian bukanlah merupakan hal terbaik dari
pembentukan rangka ilmiah pengetahuan tentang pembelajaran (Spence, 1950,
p.171).
Sudut
pandang berbeda dikemukakan oleh Joseph R. Royce (1957). Dia menegaskan bahwa
mulai tahun 1956 adanya peningkatan dalam penteorian didalam psikologi.
Mengetahui bahwa orang lain bisa berbeda dengan persepsinya mengenai psikologi,
dia menyarankan bahwa telah ada sikap antiteoritis didalam psikologi semenjak
awal 1930an dan pada 1956 hal tersebut mulai bisa diterima untuk menteorisasi
psikologi. Namun Royce mengklarifikasi dan mengindikasikan bahwa dia agak
setuju dengan beberapa authors diatas. Dia mengakui bahwa teorisasi psikologi
telah populer seabad sebelumnya, namun teorisasi tersebut cenderung spekluatif
dan secara umum hanya didukung oleh sedikit fakta. Sebaliknya, pada tahun 1950an
dia mengkarakterisasi psikologi dengan
mencakupkan “teori banyak fakta dan sedikit coba-coba” (p.402). Dia
menyarankan bahwa para theoris-psikologis saat itu harus netral dengan sistem
agung sebelumnya, bahwasanya fakta-fakta tersebut haruslah terintegrasi dan
tersintesi didalam sistem yang lebih besar.
</ td>
| Dia menerima penggambaran yang diberikan Koch tentang psikologi sebagai tingkat “preteoritis” daripada bergantung pada sistem premature hypothetico-deductive yang mungkin sangat spekulatif, dia menyarankan bahwa “psikologi teoritis akan lebih disukai saat ini jika secara induktif daripada deduktif, kualitatif dari pada quantitative, secara relative lepas daripada keras, berjangkar empiris daripada terbentuk oleh sudut pandang filosofi sains, dan keduanya dibatasi dan termasuk dalam arah usahanya” (p.409). |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar