Minggu, 12 Mei 2013

TEORI PSIKOLOGI DAN PEMBELAJARAN BAGIAN 2


Mengapa ada Perubahan di Konstruksi Teori saat ini
1.      Ketidakcukupan Fakta untuk membangun Teori
Agak lebih mudah membangun sebuah kasus untuk menunjukan bahwa psikologi berada dalam tingkat preteoritis, secara sederhana belum memperoleh data yang cukup tentang proses pembelajaran dalam rangka untuk mengintegrasikannya kedalam beberapa teori komprehensif. Meskipun fakta bahwa proses pembelajaran memegang posisi sentral dalam riset diantara psikologis untuk beberapa dekade, namun masih banyak pertanyaan dan area controversy yang tidak terpecahkan. Oleh sebab itu, jelas bahwa ada lebih banyak data tentang macam-macam proses yang terlibat dalam pembelajaran dan factor-faktor yang mana terlihat paling berpengaruh dengan proses-proses tersebut.
Psikologis sebelumnya telah sadar akan ketidakcukupan fakta-fakta dan akhirnya mereka memilih untuk meprosesnya dalam sistem building. Mengapa? Cukup jelas bahwa mereka merasa bahwa sistem akan menuntun mereka dalam merencanakan riset mereka dan dalam mendapatkan fakta-fakta tentang proses pembelajaran. Heidbreder menyarankan bahwa sistem building dianggap sebagai “segalanya dan tak terelakkan” (Heidbreder, 1933, p.8) sebagai langkah untuk mendapatkan lebih banyak bukti empiris yang berhubungan dengan proses pembelajaran. “Mengapa psikologi tidak berpindah dari sistemnya dan mengabdi pada pengumpulan fakta-fakta, mengapa hal ini begitu dibutuhkan? Jawabanya adalah pembenaran sistem: bahwa tanpa sistem-sistem, beberapa fakta mungkin bakal datang.
Ada indikasi kuat bahwa psikologis pertengahan abad tidak menganggap sistem building sebagai “segalanya dan tak terelakkan”; setidaknya, mereka merubahnya dari sebuah pendekatan deduktif menjadi pendekatan induktif dalam konstruksi teori. Hal ini nampaknya lebih berbeda dalam filosofi tentang bagaimana seseorang mengembangkan sebuah teori ilmiah pembelajaran, daripada kenyataan akan kurangnya fakta-fakta yang ada.
2.      Bukti Empiris Tidak Mendukung Teori-Teori Pembelajaran Komprehensif
Dikarenakan psikologis dahulunya membangun teori mereka berdasar pada sedikit fakta-fakta empiris, mengakibatkan riset kemudian tidak memproduksi data yang mendukung teori-teori. Teori pembelajaran komprehensif bisa jadi ditolak atau diabaikan pada pertengahan abad 20 terutama karena mereka tidak konsisten dengan bukti empiris dan sehingga  teori-teori menjadi tidak valid.
3.      Kompleksitas Dari Sebuah Teori Pembelajaran Komprehensif
Begitu banyak fakta yang telah diakumulasikan untuk diintegrasikan didalam satu teori pembelajaran komprehensif. Seseorang bisa memperdebatkan bahwa masalah adalah begitu banyak fakta telah terakumulasi pada pertengahan abad 20 sehingga tidak mungkin lagi untuk mengintegrasi fakta-fakta tersebut kedalam teori pembelajaran komprehensif yang sekarang ada. Seseorang kemudian bisa menyarankan bahwa sebagai hasilnya, banyak psikologis menjadi tidak tertarik pada prores pengintegrasian teori diluar cakupan area riset mereka.
4.      Teori Pembelajaran Komprehensif Tradisional Cocok Untuk Pembelajaran Hewan, Tetapi Tidak Untuk Pembelajaran Manusia
Siswa-siswa yang baru belajar teori pembelajaran dan riset psikologi acapkali komplen tentang penekanan yang oleh beberapa peneliti menempatkan hewan sebagai subjek ketimbang manusia sebagai subjek. Kritikan seperti itu bisa dan telah ada pada riset pembelajaran. Oleh sebab itu seseorang mungkin mengajukan penjelasan untuk perpindahan dari teori pembelajaran tradisional sebagai pembendung dari fakta bahwa kebanyakan dari prinsip-prinsip pada teori-teori pembelajaran tradisional berdasarkan pada kajian yang mana hewan sebagai subjek dari pada manusia sebagai subjek. Masalah mendasar terletak pada fakta bahwa peneliti perilaku hewan telah menyamakan kritikan mereka dengan peneliti manusia sebagai kecukupan pada teori-teori pembelajaran komprehensif tradisional
5.      Komputers Mungkin Digunakan Untuk Mengintegrasikan Temuan Dari Berbagai Kajian
Sebagai pembaca harus mengetahui akan poin ini, salah satu fungsi utama dari teori adalah untuk mengintegrasi temuan dari studi individual. Tetapi beberapa kritikus telah menyarankan bahwa, dengan datangnya “zaman komputer” tidak perlu lagi untuk menggunakan teori-teori sebagai mekanisme untuk menginterpretasi dan mengintegrasi temuan dari sebuah variasi studi (Wrigley, 1960). Diketahui bahwa sebelum PDII era teori dibutuhkan sebagai media bahasa untuk mengintegrasi dan mensintesiskan temuan dari berbagai area. Namun, disarankan bahwa integrasi “tidak langsung” tersebut tidak lagi diperlukan. Memang, beberapa mengajukan bahwa beberapa temuan dari riset bisa dimasukkan dalam program komputer dan proses pensintesisan bisa diselesaikan langsung disbanding menggunakan teori. Jadi, kelebihan penggunaan komputer menegaskan bahwa teori tidak menjadi usang, dan bahwa prosedur pensintesisan yang baru tersedia dalam bentuk program komputer.
6.      Popularitas Psikologi Kemanusiaan: Effek Pada Teori Pembelajaran Perilaku
Seseorang bisa saja membantah bahwa alasan utama menyusutnya penteorian pembelajaran komprehensif dikarenakan oleh didasarkannya teori ini pada konsepsi psikologi model lama. Oleh sebab itu, disarankan bahwa alasan mengapa teori pembelajaran komprehensif tidak lagi populer pada pertengahan abad 20 adalah karena banyak psikolog yang tidak lagi sependapat dalam mendefinisikan “psikologi” seperti yang mereka definisikan selama awal pertengahan abad yang lalu.
Dalam beberapa hal, kita bisa menemukan pada pertengahan abad 20 pemunculan kembali ketertarikan tentang bagaimana “perilaku” manusia sejalan dengan apa yang “dirasakannya.” Salah satu perkembangan besar dalam psikologi adalah desakan pada metode riset yang lebih kuat dan bentuk data yang lebih bisa dihitung untuk dikaji dengan “metode ilmiah.” Sehubungan dengan metode riset yang lebih kuat, banyak psikolog menganjurkan; bahwa kita bisa memahami beragam makna pengalaman kompleks manusia jika kita menguranginya kedalam bentuk yang paling sederhana. Kemudian kebanyakan riset yang berdasar pada teori-teori pembelajaran komprehensif terdiri dari studi-studi yang secara komparatif meliputi proses pembelajaran sederhana, sering menggunakan subjek hewan didalam kondisi experimen yang sangat terkontrol.
7.      Perkembangan Aspek Lain dari Teori Psikologi
Barangkali teori pembelajaran menyusut secara signifikan karena aspek-aspek teori psikologi yang lain mulai lebih dikembangkan sekitar pertengahan abad. Dari diskusi awal dalam buku ini, jelas bahwa teori pembelajaran telah memiliki peran sentral dalam penteorian, secara umum didalam psikologi kurang lebih hamper selama pertengahan pertama abad 20. Perlu diingat bahwa ada banyak area minat/ketertarikan teori yang lain; sensasi dan persepsi merupakan proses yang dianggap sebuah kepentingan utama pada awal abad 20. Namun selama pertengahan pertama abad 20, penekanan utama tersebut ditempatkan pada proses-proses pembelajaran yang mana banyak yang menyamakan teori pembelajaran dengan teori perilaku umum. Satu alasan dari penurunan minat pada teori tradisional pembelajaran komprehensif adalah mungkin berakar dari “kompetisi” dengan  penteorian didalam area-area lain dari psikologi.
8.      Teori Pembelajaran Tradisional Kehilangan Seruannya Ketika Terbukti Tidak Memuaskan Dalam Aplikasi Praktis
Pada bab sebelumnya tentang kemunculan teori-teori instruksional kita akan mendapatkan beberapa hubungan yang ada antara teori pembelajaran dengan praktek edukasional (educational practice) selama abad 20, begitu juga dengan beberapa penyebab-penyebab perubahan dalam hubungan tersebut dan implikasi-implikasi dari perubahan tersebut. Akan tetapi, ada hubungan yang menjadi pertimbangan perihal kemungkinan bahwa teori-teori tradisional pembelajaran kehilangan seruannya karena psikolog terapan (applied psychologist) tidak menemukan nilainya dalam berbagai permasalahan praktis (practical problems). Bahwasanya teori pembelajaran tidak relevan terhadap aplikasi praktis (practical application).
9.      Teori-Teori Pembelajaran dan Teori-Teori Ilmu Sosial
Teori-teori tradisional pembelajaran tidak bisa digabungkan kedalam teori-teori ilmu sosial umum yang dikembangkan kira-kira pertengahan abad 20. Beberapa orang (Miller, 1965; Parsons, 1950; Thorne, 1967) mengajukan bahwa apa yang sebenarnya dibutuhkan dalam sains perilaku (behavioral sciences) adalah sebuah teori komprehensif interdisipliner yang akan meliputi semua aspek kegiatan manusia. Barangkali matinya teori tradisional pembelajaran bisa ditelusuri bahwa teori tersebut tidak bisa dimasukkan dalam teori-teori komprehensif ilmu sosial tersebut.
10.  Hilangnya Kepemimpinan
Teori-teori komprehensif pembelajaran kehilangan kemajuan dan perkembangannya ketika masing-masing teori tersebut kehilanngan pemimpinnya. Sebagai contoh, Hull salah satu orang penting bagi penteorian hypothetico-deductive dalam psikologi, meninggal pada tahun 1952; demikian juga halnya dengan Tolman dan Guthrie meninggal pada tahun 1959.
11.  Psikologis Memiliki Dasar Kuat Dalam Metodologi Riset Namun Miskin Latar Belakang Dalam Pengembangan Teori
Disamping dari perbedaan pemikiran serius yang tercipta oleh kurangnya pelatihan akan elemen-elemen pengembangan teori, seseorang bisa bertanya tentang relevansi dari program-program pelatihan dalam penteorian bagi psikolog “yang sedang bekerja” yang mengoperasikan laboratorium saat ini.  Dalam berbagai catalog atau observasi universitas mengenai program lulusan psikologi akan dengan mudah menguak fakta bahwa departemen psikologi secara rutin memberikan berbagai mata kuliah tentang metodologi riset namun jarang ada mata kuliah tentang pembentukan teori.
12.  Kematian Teori Pembelajaran Mungkin Adalah Sebuah Phase Perjalanannya
Seseorang bisa menghubungkan kematian teori pembelajaran komprehensif menjadi hanya sebuah fase dalam perputaran historis, dengan zeitgeist tertentu yang lebih diorientasikan terhadap pengumpulan fakta dibanding  dengan sistem building. Se seorang bisa melewatkan semua “penyebab” diatas semata-mata sebuah kebetulan,  dan seseorang bisa memposisikan bahwa psikologi dan sejarah manusia secara umum mengikuti pola siklus. Dengan alasan tersebut, seseorang kemudian bisa menyarankan bahwa pada waktu yang berbeda kita akan mengumpulkan fakta-fakta dan dan pada lain waktu kita akan mengintegrasikan fakta-fakta tersebut lebih menjadi teori komprehensif. Dengan alasan tersebut, seseorang kemudian mungkin menggambarkan sebutan “kematian” teori pembelajaran tradisional sedang mengalami satu lagi fase dari proses daur ulang antara mengumpulkan fakta-fakta dan membentuk mereka menjadi sistem atau teori penjelasan.
B.      POLA-POLA TEORISASI SEJAK PERTENGAHAN ABAD
Pada pembahasan sebelumnya jelas bahwa beberapa perubahan besar terjadi dalam konstrusksi teori pada pertengahan abad. Tentu, sangat penting untuk diingat fakta bahwa tidak ada pernyataan “resmi” bahwa peneliti pembelajaran ‘harus’ menginterpretasi data mereka dengan cara yang diberikan, tidak juga bagian individu peneliti pembelajaran seperti individu lain yang bersangkutan menginterpretasi dan mengintegrasi temuan mereka. Jadi, hal ini bukannya tidak biasa untuk menemukan sebuah varietas dari berbagai pendekatan dalam penyatuan (synthesizing) temuan dan dalam penginterpretasian hasil-hasil berdasarkan sejarah, dengan pendukung-pendukung dari pendekatan respektif (respective approaches) menjadi agak terlupakan. Tyler menyarankan bahwa seseorang mungkin mendapatkan banyak perbedaan pandangan dalam psikologi, namun beberapa pola dapat dibedakan/dilihat. Tiga pola akan dijelaskan pada bagian ini: keberlangsungan beberapa teori pembelajaran komprehensif dari beberapa dekade sebelumnya, kemunculan beberapa pendekatan baru menjadi konstruksi teori skala besar, dan sebuah penekanan baru pada “pengumpulan fakta” dan konstruksi dari “model-model miniatur.”
Keadaan/Status dari teori-teori pembelajaran komprehensif sebelumnya.
Jelas sekali bahwa teori-teori pembelajaran komprehensif tidak lagi memegang posisi dominan setelah pertengahan abad seperti keadaan selama beberapa dekade sebelumnya. Namun beberapa diantaranya masih cukup produktif dipakai untuk kegiatan riset dan usaha penyatuan (synthesizing). Mari kita lihat masing-masing teori berdasarkan ilustrasi dari teori-teori pembelajaran komprehensif pada beberapa dekade sebelumnya. Kita pertama akan melihat teori-teori stimulus-response dan kemudian kita akan mengevaluasi status dari teori-teori pembelajaran kognitif (cognitive learning theories).
Teori-teori pada tradisi Thorndikian telah menjaga posisinya dalam riset pembelajaran hingga sekarang. Namun, penteorian yang lebih terkini diselesaikan dibawah pedoman dari Clark Hull dan B.F Skinner. Teori Hull tidak memegang posis kepemimpinan yang kuat yang mana hal ini telah terbit pada tahun 1930an dan 1940an setelah meninggalnya Hull pada tahun 1952. Kita sebelumnya telah mengetahui bahwa Spencer, “ahli waris” Hull, tampaknya tidak terlalu berminat pada teori kontruksi dalam skala besar.
Sedikit berbeda, posisi Skinner tampaknya lebih mendapat kekuatan pada 3/4 abad ini. Sulit dikatakan apakah hal tersebut karena kepemimpinan personal yang mana Skinner begitu pandai menjaganya; menjadikanya salah satu psikolog yang paling “visible” saat ini, atau karena teorinya cocok seperti yang dinilai oleh psikolog sejamannya. Tentunya, fakta bahwa konsepsinya dalam hal psikologi terapan, yang secara umum mengacu sebagai behavior modification, telah menjadi penyebab akan peningkatan dalam melakukan riset operant dengan subjek manusia dan hal ini memungkinkan memiliki beberapa pengaruh yang sama juga dalam riset operant hewan.
Teori Guthrie telah mendapatkan beberapa dukungan, namun pengaruh utamanya sekarang ini tampak sangat jelas pada beberapa perumusan dari teori pembelajaran matematis.
Teori pembelajaran Tolman justru menghadirkan situasi yang agak membingungkan. Munculnya kembali minat pada riset pembelajaran kognitif sejak pertengahan abad yang tidak memiliki kesamaan pada permulaan dekade abad ini. Lebih dari itu, jenis riset kognitif yang dilakukan sekarang memiliki kesamaan mencolok pada beberapa posisi yang disarankan oleh Tolman, bahkan pada permulaan tahun 1930an ada sebuah penekanan pada riset kuat yang berhubungan dengan perilaku yang mana Tolman menekankannya secara tradisional. Kebanyakan dari ide-ide Tolman terbukti pada riset tentang proses kognitif saat itu tapi ada sedikit usaha secara komparatif sekarang ini untuk melanjutkan pengembangan teorinya.
Kemunculan “Teori-Teori Pembelajaran Baru”
Beberapa spekulasi dalam penteorian muncul pada pertengahan abad bahkan teori-teori pembelajaran komprehensif tidak lagi mendominasi dan peneliti pembelajaran psikologi telah memulai untuk lebih menekankan pada pengumpulan data daripada teori konstruksi. Secara ringkas, kita akan melihat 2 teori terkemuka yang sejaman dengan teori pembelajaran kontruksi; teori-teori pemrosesan informasi dan teori-teori pembelajaran matematis.
Tiga trend utama muncul pada 3/4 abad yang berkenaan dengan proses kognitif dalam rangka kerja yang berbeda dibanding dengan yang telah pernah dipakai sebelumnya. Perkembangan pertama, yang disebut teori informasi, bukanlah sebuah teori seperti banyak anggapan bahwasanya biasa dipakai untuk mengukur jumlah informasi yang dikirim dari pengirim ke penerima. Dari suatu ketertarikan ada fakta bahwa konsep samar-samar dari “pemahaman” dan “memproses informasi” didefinisikan kedalam term operasional yang bisa dihitung. Teori informasi yang tersedia bertujuan untuk menghitung hubungan/korespondensi yang luas antara pesan yang terkirim dengan yang diterima. Selain itu, tidak seperti teoritikus pembelajaran komprehensif, teoritikus informasi mengkaji berbagai peristiwa yang benar-benar terjadi dalam kaitan dengan berbagai stimuli dan respons yang mana “bisa” telah terjadi.
Penteorian pembelajaran “baru” yang kedua adalah model matematis atau teori-teori matematis pembelajaran. Karakter pertama adalah pendekatan formal tertentu untuk menteorisasikan. Meskipun semua peneliti menggunakan angka dan mencoba untuk mendapatkan defenisi operasional objektif, teoritikus pembelajaran matematis menganjurkan pendefenisian semua term sesuai nomornya dan mempresentasikan pernyataan-pernyataan teoritis kedalam bentuk persamaan matematis. Objektifnya adalah untuk menggunakan persamaan matematis tersebut untuk menjelaskan berbagai proses pembelajaran (yaitu dengan berbagai macam subjek, berbagai macam tugas, berbagai macam kondisi eksperimen, etc.) sehingga mereka bisa diperbandingkan dan dibedakan. Jika persamaan matematis yang sama cocok dengan berbagai data yang berbeda, hal ini berarti proses-proses pembelajaran tersebut serupa dan pengaruh-pengaruh penting dalam pembelajaran telah teridentifikasi.
Dominansi Model-Model Miniatur
Karakter dominan dari riset pembelajaran selama 3/4 abad bisa digambarkan sebagai sebuah fase pengumpulan-fakta dengan sedikit minat pada penyatuan temuan melebihi problem tertentu didalam investigasi. Seseorang bisa membuat daftar panjang dari area topi yang telah dipelajari, beberapa problem datang dari teori-teori tradisional pembelajaran komprehensif tapi diinvestigasi dengan lebih membatasi batasannya, pertanyaan lainpun berasal dari usaha pemrosesan informasi dan model matematis yang baru muncul. Ketika beberapa satuan temuan telah dicoba, bidang dari alat konseptual secara khusus telah mendefinisikan bahwa istilah model miniatur telah dipakai untuk merujuk kepada usaha-usaha tersebut. Area-area topic tersebut dan model-model miniature akan meliputi tapi tidak bisa dibatasi pada: attention (perhatian), pembelajaran perceptual, imitiation learning, ingatan jangka pendek (short-term memory), ingatan jangka panjang (long-term memory, pembelajaran konsep, pembelajaran pasangan asosiasi, pembelajaran diskriminasi, pemecahan masalah, etc.
Jika seseorang mengambil sebuah pendekatan induktif yang ekstrim terhadap teori konstruksi, penekanan pada pengumpulan fakta bisa dianggap sebuah perkembangan yang sehat dalam psikologi. Berdasarkan pandangan tersebut, peneliti lebih mungkin untuk memakai prinsip-prinsip empiris ketika teori konstruksi berdampingan dengan data.
Salah satu cirri dari riset model-miniatur yang mana relevan dengan diskusi kita dalam buku ini adalah bahwa telah muncul ketertarikan yang besar pada proses-proses pembelajaran manusia. Pada akhirnya, hal ini jelas akan mempunyai benefit  yang diharapkan bagi pendidik dan psikolog pendidikan yang berkeinginan untuk menggunakan sebuah data base psikologis ketika mendesain prosedur-prosedur intstruksional. Namun, permasalahan pada saat ini, seperti yang ditegaskan diatas, bahwa ada beberapa percobaan untuk mengintegrasikan temuan-temuan tersebut menjadi sebuah teori yang lebih komprehensif atau untuk menginterpretasinya dalam hal kegunaannya yang mungkin bisa bermanfaat dalam situasi-situasi praktis. Sebagai ilustrasi dari apa yang bisa dan harus diselesaikan, kita ambil contoh cara kerja memori.
Pada awalnya, kebanyakan para teoritikus pembelajaran komprehensif seakan-akan telah mengasumsikan bahwa hanya ada satu macam penyimpanan atau lokasi memori. Sebaliknya, model-model miniatur sejaman dan pendekatan-pendekatan riset saat itu didasarkan pada asumsi bahwa setidaknya ada dua atau tiga proses memori. Banyak peneliti kontemporer berteori bahwa ada sebuah daftar penyimpanan data panca indera yang mana tidak hanya mampu untuk menerima stimulasi relevan (sebagai contoh, stimuli visual pada area mata) tetapi juga menyimpan/mengingat beberapa impression dari stimulus yang diperoleh dalam waktu yang sangat singkat bahkan setelah stimulus secara fisik tidak lagi ada. Selanjutnya, ada penyimpanan memori jangka pendek yang mana memiliki kapasitas yang agak terbatas namun bisa menghandel dan mempertahankan stimuli yang masuk dalam suatu jangka waktu seperti sepuluh detik menjadi beberapa menit. Terakhir, ada penyimpanan memori jangka panjang yang mana meiliki kapasitas yang besar/luas namun memerlukan sejumlah langkah pengkodean sebelum sebuah item bisa disimpan disana.
Pembahasan mengenai riset kontemporer pada memori ini, sebagian besar focus pada tipe-tipe konsep pemrosesan-informasi (information-processing). Beberapa peneliti menyukai satu varietas dari orientasi teoritis lainnya. Namun, secara praktis semua peneliti pada tradisi model-miniatur berpegang kuat pada konseptual yang jelas dan defenisi operasional, dan mereka khasnya mencari variabel-variabel pengendali dimana perilaku-perilaku (dari area riset tertentu mereka) merupakan sebuah fungsi. Pola ini cukup jelas pada riset kontemporer bahwa banyak author telah menggambarkan 3/4 dari abad ini sebagai era “behavioristic functionalism” atau “functionalistic behaviorism.”
TEORI-TEORI PEMBELAJARAN SEKARANG DAN MENDATANG
Dalam menyimpulkan review dari trend-trend konstruksi teori dalam psikologi, perlulah untuk melihat beberapa perkembangan trend sekarang dan kemungkinannya dimasa mendatang. Hal ini penting untuk diingat bahwa selama 3/4 abad ini ketika para psikolog telah lebih berkecimpung didalam pengumpulan fakta dari pada konstruksi teori, beberapa psikolog menyampaikan pentingnya teori yang tidak hanya meliputi pembelajaran komprehensif tapi juga untuk teori skala yang lebih besar yang mampu mencakup ilmu-ilmu sosial secara umum. Seperti contoh, Pfaffmann (1970) telah menyebutkan “perkembangan dari sebuah kesatuan rangka kerja konseptual untuk studi perilaku pada semua tingkatan” (p.438). demikian juga halnya Dollard (1970), dia menggolongkan psikologi sebagai “kepentingan mendesak dari sebuah teori pembelajaran” (p. 417). Wolman (1968) dan J.G Miller (1955) telah memberikan bersi mereka dari sebuah teori komprehensif untuk psikologi dan ilmu-ilmu lainnya. Namun pembaca yang familiar dengan author-author tersebut dan karya-karya mereka bisa mengenali bahwa mereka cenderung dengan penggunaan praktis (practical applicability) dari teori-teori tersebut. Selanjutnya, seseorang bisa menyelidiki seperti pada kecenderungan tersebut dengan konstruksi teori pada era sekarang ini adalah semata-mata sebuah manifestasi dari kebutuhan para praktisi untuk menarik semua jenis informasi yang relevan bersama-sama.
Apa tipe-tipe konstruksi teori yang mungkin bisa kita prediksi untuk masa depan? Pertama-tama, hal ini harus dikenali bahwa banyak psikolog merasa bahwa ada banyak kelebihan yang ditambah oleh pembatasan area teori yang lebih ketat dan sempit. Jadi, berbagai konstruksi teori skala besar harus mencoba untuk memasukkan/menggabungkan model-model tersebut. Tapi apa saja jenis kerangka kerja yang bisa kita antisipasi untuk integrasi skala besar dimasa mendatang? 3 penekanan/pengutamaan yang berbeda sudah ada saat ini yang mana secara spesifik relevan untuk riset pembelajaran. Pertama adalah beberapa bentuk dari neobehaviorisme, yang mungkin menyertakan sebuah teori stimulus-response sama seperti beberapa versi sebelumnya, namun dengan keunggulan dari riset terbaru yang lebih kuat pada psikologi kognitif. Kedua adalah teori pemrosesan informasi yang telah muncul sejak pertengahan abad. Ketiga, beberapa posisi, yang beberapa diantaranya tidak akan berbeda atau terpisah dari posisi kognitif, secara kolektif mengacu sebagai phenomenological psychology. Secara sederhana dinyatakan bahwa hal ini menekankan pengalaman seseorang sebagai kepentingan utama dalam psikologi, dan menyatakan bahwa perilaku adalah penting ketika memungkinkan bagi psikolog untuk menarik kesimpulan-kesimpulan tentang bagaimana seorang individu mengalami sebuah situasi yang diberikan.
Dalam sebuah symposium yang diadakan beberapa tahun yang lalu, didapatlah beberapa point utama. Pertama, behaviorisme menekankan objektifitas dalam riset dan menganggap psikologi sebagai sebuah ilmu alamiah yang berhubungan dengan perilaku manusia, lebih luasnya berhubungan dengan berbagai phenomena alamiah lainnya yang mungkin dipelajari dengan metode ilmiah. Keunggulannya terletak pada objektifnya yang relative dan pertanyataan-pernyataan yang konsisten yang bisa dibuat berkenaan dengan aktifitas manusia. Namun, beberapa diantaranya merasa bahwa pendekatan yang “dingin”, “impersonal” kepada manusia semacam itu menghancurkan nilai psikologi yang paling esensi. Mereka, kebanyakan yang menjadi pendukung dari pendekatan phenomenological, menegaskan bahwa tugas psikolog yang sebenarnya adalah untuk memahami pengalaman dari seorang individu. Bagi mereka, perilaku hanya semata-mata manifestasi yang mungkin atau bisa jadi tidak merefleksikan bagaimana seseorang mengalami sebuah situasi yang diberikan pada waktu tertentu.
Segal dan Lachman (1972) menyatakan bahwa teori stimulus-response sangat berkekurangan, tidak hanya kurang dalam mengatasi proses-proses pembelajaran manusia yang kompleks, tetapi juga modifikasi yang diperlukan telah menyisakan neobehaviorism dengan ketidaksempurnaan dari system koherennya yang lebih awal. Kemudian, mereka menegaskan bahwa pendekatan neobehavioristic begitu tipis/lemah sehingga tidak lagi bisa dikenali. Sebagai contoh, Kantor (1970), memberi pandangan yang lebih optimis dari neobehaviorisme khususnya seperti yang direpresentasikan oleh eksperimen operant analisis perilaku. Berbeda dengan kritikan Segal dan Lachman, Kantor menyarankan bahwa pendekatan operant telah sangat sukses dalam berhadapan dengan beberapa aspek dari perilaku. Hendry (1969) menyaranan bahwa orientasi operant sekarang sudah siap untuk menghadapi beberapa aspek dari pemrosesan informasi pada pembelajaran hewan dan manusia. Sehubungan dengan kontroversi yang ada menyangkut behavioristic versus formulasi kognitif, sekali lagi, author merekomendasikan bahwa beberapa bentuk perpaduan/perdamaian mungkin dilakukan dan memang sangat dibutuhkan. Sederhananya, hal ini merupakan sudut pandang yang diambil bahwa orientasi operant menyediakan sebuah sistem yang saling berhubungan untuk mendeskripsikan aktifitas yang jelas dari seorang individu, sedangkan orientasi kognitif menyediakan sebuah konsepsi psikologis dari peristiwa-peristiwa yang terjadi didalam organisme.
Ada beberapa saran bahwa teori behavioristic atau neobehavioristic bisa menyediakan beberapa segi yang menarik untuk pengintegrasian dalam teori-teori yang baru bersamaan dengan konsepsi pemrosesan-informasi yang telah menjadi lebih populer belakangan ini. Namun ada dua aspek dari pergerakan model-miniatur yang harusnya memberikan ekpektasi yang lebih modern/canggih bagi teori-teori pembelajaran. Barangkali variasi teori telah berhubungan dengan beberapa tipe pembelajaran yang berbeda atau dengan aspek-aspek proses pembelajaran yang berbeda. Implikasinya bagi teori-teori pembelajaran mendatang adalah bahwa mereka mungkin akan menjadi lebih kompleks daripada yang mungkin pernah diharapkan dari teori-teori tradisional pembelajaran komprehensif. Setidaknya, mereka akan harus menggabungkan beragam temuan yang berlainan dari model miniatur proses pembelajaran yang populer saat ini






A.      KRISIS TEORI PADA PERTENGAHAN ABAD?
Bab sebelumnya menjabarkan beberapa teori besar pembelajaran komprehensif yang dikembangkan dan mendominasi riset pembelajaran psikologis selama pertengahan awal abad 20. Pada setiap kasus, menyebutkan bahwa ada teori tertentu sebagai teori akhir pembelajaran komprehensif. Pada tahun 1950an jelas bahwa teori pembelajaran komprehensif tidak lagi mempengaruhi riset pembelajaran dan teori seperti yang pernah ada beberapa dekade sebelumnya.
Kemunculan dari keutamaan “pengumpulan-fakta”

Bahkan pada tahun 1949 jelas bahwa psikolog tidak lagi mengikuti jalur penteorian komprehensif yang telah berlaku sebelum perang Dunia II, dan memang sebuah sikap antiteori kemudian berkembang. Hebb mencatat perubahan ini dan ikut berkontribusi dalam pemajuan teori didalam psikologi. Meskipun dia telah mengakui bahwa psikolog sebelumnya terlalu terburu-buru dan terlalu yakin akan perkembangan yang besar dari system teoritis, dia merasa bahwa kenyataannya pada akhi”r 1940an berubah menjadi “secara ilmiah:dosa” (Hebb, 1949, p. 162). Namun seiring waktu antiteoritis atau ateoritis mulai bermunculan. Jurubicara (spokesman) lainnya mulai membuat rekomendasi alternative untuk teori komprehensif sebelumnya.
Sigmond Koch (1951) menjelaskan psikologi pada 2 dekade sebelum PDII telah disusun dalam 3 system yaitu psikoanalisis, teori Gestalt, dan konsep respon-stimulus, secara berurut jurubicara (spokesman) mempromosikan sudut pandang berbeda dari psikologi. Koch menyebut psikologi telah memasuki sebuah periode “krisis teoritis” dan dia agak pesimis tentang masa depan teori didalam psikologi jika kita mengejar “sang agung”,teori komprehensif yang pernah populer beberapa dekade sebelumnya. Meskipun secara esensial mengambarkan psikologi menjadi berstatus “preteoritis”, namun dia mengetahui kebutuhan akan spekulasi dan perkiraan/dugaan dalam perencanaan riset dan penginterpretasian temuan. Koch mengajukan bahwa teori psikologis yang valid mungkin dihasilkan jika psikolog mau membatasi diri mereka dalam menginterpretasi temuannya dan dalam merumuskan teorinya. Dia juga menegaskan bahwa psikolog butuh pelatihan yang lebih baik dalam mengembangkan teori ilmiah.
Dalam sebuah tulisan tahun 1950an, Skinner memprovokasi dengan menanyakan “apakah teori pembelajaran itu dibutuhkan?”. Dia menyatakan bahwa psikolog  tidak siap untuk teori hipothetico-deductive. Dia berpendapat bahwa psikolog memerlukan fakta-fakta lebih dalam mengembangkan dalil-dalil dan sebuah teori umum yang mungkin bisa didukung berdasarkan pengalaman nantinya. Dia keberatan akan penginterpretasian dengan acuan yang banyak untuk menyimpulkan hubungan psikologis atau peristiwa mental internal, atau pemakaian konstruksi berlebihan untuk mewakili perilaku. Sebaliknya, dia merekomendasikan bahwa psikolog sebaiknya lebih focus dalam mengumpulkan lebih banyak data empiris sehubungan dengan perilaku dan setidaknya menetapkan sementara kesimpulan mereka diluar data yang terkumpul. Dia menyarankan bahwa teori mempunyai peran penting dalam mengorganisir fakta-fakta yang mungkin diakumulasikan; dia kemudian mendorong sebuah pendekatan induktif daripada pendekatan deduktif dalam konstruksi teori. Selain itu, dia mempunyai preferensi yang berbeda sebagai teknik operasi dan dia cenderung menginterpretasi data melalui jalur prinsip-prinsip penguatan. Jadi, kandungan dari tulisan tahun 1950an ini tentang teori pembelajaran cocok dengan gambaran Skinner sebagai teoris pembelajaran komprehensif tradisional, namun dengan preferensi konstruksi teori induktif.
Howard H. Kendler menyarankan bahwa teoris pembelajaran harus lebih memperhatikan tentang data dengan yang mana mereka bekerja, dan dia mengimplikasikan bahwa seseorang harus toleran dengan keragaman skema konseptual yang biasa berindikasikan langsung antara para experimentor dengan temuannya. Sementara pengakuan akan pentingnya “personal-taste” dalam memilih sebuah teori, dia menekankan tentang perlunya mengevaluasi pilihan seseorang dalam arti adanya kapasitas yang jelas dari perumusan tersebut.
Pengakuan serupa juga disampaikan oleh Kenneth W. Spence dan Koleganya (Spence & Spence, 1967). Mempertimbangkan fakta bahwa Spence lah psilokologis yang paling mungkin membawa tradisi Hullian, hal ini penting bahwa dia hanya mengakui perubahan penteorian dalam psikologi bahkan tanpa memberikan penjelasan singkat mengenai sebab perubahan itu bisa terjadi. Dia hanya melaporkan: “kita lahir pada periode pengumpulan data intensif dan secara teori, pada perkembangan ‘sistem miniatur’ yang secara relatif berdasarkan tipe-tipe  fenomena experiment yang terbatas (p.vii). Pengakuan perubahan semacam ini juga menarik karena 17 tahun sebelumnya dia pernah berspkulasi bahwa penghapusan penteorian bukanlah merupakan hal terbaik dari pembentukan rangka ilmiah pengetahuan tentang pembelajaran (Spence, 1950, p.171).
Sudut pandang berbeda dikemukakan oleh Joseph R. Royce (1957). Dia menegaskan bahwa mulai tahun 1956 adanya peningkatan dalam penteorian didalam psikologi. Mengetahui bahwa orang lain bisa berbeda dengan persepsinya mengenai psikologi, dia menyarankan bahwa telah ada sikap antiteoritis didalam psikologi semenjak awal 1930an dan pada 1956 hal tersebut mulai bisa diterima untuk menteorisasi psikologi. Namun Royce mengklarifikasi dan mengindikasikan bahwa dia agak setuju dengan beberapa authors diatas. Dia mengakui bahwa teorisasi psikologi telah populer seabad sebelumnya, namun teorisasi tersebut cenderung spekluatif dan secara umum hanya didukung oleh sedikit fakta. Sebaliknya, pada tahun 1950an dia mengkarakterisasi psikologi dengan  mencakupkan “teori banyak fakta dan sedikit coba-coba” (p.402). Dia menyarankan bahwa para theoris-psikologis saat itu harus netral dengan sistem agung sebelumnya, bahwasanya fakta-fakta tersebut haruslah terintegrasi dan tersintesi didalam sistem yang lebih besar. </ td>
Dia menerima penggambaran yang diberikan Koch tentang psikologi sebagai tingkat “preteoritis” daripada bergantung pada sistem premature hypothetico-deductive yang mungkin sangat spekulatif, dia menyarankan bahwa “psikologi teoritis akan lebih disukai saat ini jika secara induktif daripada deduktif, kualitatif dari pada quantitative, secara relative lepas daripada keras, berjangkar empiris daripada terbentuk oleh sudut pandang filosofi sains, dan keduanya dibatasi dan termasuk dalam arah usahanya” (p.409).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar