Minggu, 12 Mei 2013

RANCANGAN KURIKULUM
A.    Pendahuluan
Konsep rancangan kurikulum membahas bagaimana kurikulum dibuat, terutama susunan nyata bagian-bagiannya. Di bab ini istilah “curriculum design”- terkadang disebut “curriculum organization”- merupakan penyusunan bagian-baggian kurikulum menjadi sebuah kesatuan yang nyata.
Bagian-bagian yang biasanya disebut komponen atau elemen yaitu : (1) tujuan; (2) material; (3) pengalaman belajar; dan (4) evaluasi. Makna dan cara penyusunan komponen-komponen pada perencanaan kurikulumlah yang disebut rancangan kurikulum. Walaupun kebanyakan dari perencanaan kurikulum memiliki keempat komponen utama ini, sering terjadi ketidakseimbangan. Sering, isi  atau material yang menjadi bahasan utama. Tapi, terkadang sekolah membuat rancangan  yang menekankan pada tujuan dan evaluasi. Beberapa rancangan mengutamakan pengalaman belajar dan kegiatan.

B.     Pembahasan
1.      Komponen-Komponen Rancangan
Rancangan kurikulum membahas makna dan penyusunan bagian-bagian utamanya. Bagian-bagian ini berasal  dari penemuan klasik H. Giles, salah satu anggota dari “The Eight-Year Study”. Dia menggunakan istilah “komponen” untuk menunjukkan hubungan, dan meletakkan pengalaman belajar dibawah “metode dan susunan”.
Perancang keempat komponen menanyakan empat pertanyaan kepada pembuat kurikulum : Apa yang harus dilakukan? Material apa yang harus dimasukkan? Strategi  instruktusional, sumber, dan kegiatan apa yang akan dimasukkan? Metode dan instrument apa yang akan digunakan untuk menilai hasil dari kurikulum? Menurut Giles, keempat komponen itu saling berkaitan; keputusan yang dibuat untuk sebuah komponen tergantung pada keputusan yang dibuat untuk komponen lainnya.
Ketika Giles membicarakan tentang paradigma, ada model lain yang sangat mirip yang dibuat Tyler beberapa tahun setelahnya. Namun, model Tyler menunjukkan perhatian langsung pada elemen kunci kurikulum, sementara paradigma Giles menunjukkan interaksi terus menerus diantara komponen-komponen. Tyler, yang juga merupakan anggota “The Eight-Year Study” menyatakan bahwa dia telah mempengaruhi Giles dalam pengonsepan kerangka kurikulumnya.
Rancangan kurikulum melibatkan bermacam hal filosofis atau teoritis sebagaimana juga hal praktikal. Prinsip filosofis seseorang akan mempengaruhinya dalam menginterpretasikan dan memilih tujuan; mempengaruhi isi yang dipilihnya dan bagaimana dia akan menyusunnya; mempengaruhi keputusannya tentang cara mengajar atau menyampaikan isi kurikulum; dan menuntun penilaiannya tentang cara mengevaluasi kesuksesan kurikulum yang dibuat.
Tidak semua rancangan harus memiliki keempat komponen yang dinyatakan Giles. Namun sebuah rancangan kurikulum tidak harus menyediakan kerangka nilai dan prioritas yang konsisten menyangkut keputusan operasional yang dibutuhkan dalam menyampaikan kurikulum.
Jika sebuah kurikulum dirancang dengan pas, berarti pembuat keputusan kurikulum telah memaknai dan menjangkau komponen kurikulum yang akan diutamakan. Hilda Taba menyatakan bahwa pada kebanyakan rancangan kurikulum terdapat keempat komponen utama Giles, tapi kebanyakan tidak seimbang, karena komponennya tidak dimaknai dengan baik atau tidak dipertimbangkan hubungannya dengan dasar pemikiran. Tentu saja, bermacam tipe rancangan yang kita diskusikan di bab ini merupakan hasil dari memasukkan komponen atau elemen kurikulum tertentu.
2.      Sumber Rancangan Kurikulum
Semua yang berhubungan dengan rancangan kurikulum harus menjelaskan pandangan filosofis dan sosialnya terhadap masyarakat dan pelajar individu atau yang biasanya disebut sumber kurikulum. Untuk menentukan pengaruh rancangan kurikulum, kita harus memperhatikan bagaimana sumber-sumber itu akan mempengaruhi pendidikan. Bagaimana perencana kurikulum merespon pertanyaan: “Apakah sumber-sumber ide untuk pendidikan?” akan mempengaruhi pandangannya tentang rancangan kurikulum. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi seorang perancang kurikulum untuk mengetahui orientasi filosofis dan sosialnya. Jika mereka mengabaikan pertanyaan filosofis dan sosial, rancangan kurikulum mereka akan memiliki dasar pemikiran yang terbatas atau membingungkan. Taba menyatakan bahwa “kebanyakan ketidakseimbangan antara teori dan praktek mungkin disebabkan oleh kurangnya dasar pemikiran.
Ronall Doll menjelaskan empat sumber ide yang menjaring rancangan kurikulum-ilmu pengetahuan, masyarakat, kebenaran mutlak, dan kemauan yang kuat. Sumber-sumber ini hampir sama dengan sumber kurikulum; diperkenalkan oelh Dewey dan Bode dan dipopulerkan oleh Tyler- pengetahuan, masyarakat, dan anak didik.
Ilmu pengetahuan sebagai sumber. Seseorang yang menganggap ilmu pengetahuan sebagai sumber kurikulum sangat berpegangan pada penggunaan metode ilmiah dalam menentukan kebenaran. Mereka memilih dan menyusun elemen kebenaran itu didalam kurikulum yang bisa diamati dan diukur. Rancangan materi utama yang akan dibahas selanjutnya biasanya berasal dari seseorang yang memandang ilmu pengetahuan sebagai sumber ide yang paling utama.
Masyarakat sebagai sumber. Perancang kurikulum yang menganggap masyarakat sebagai sumber kurikulum beranggapan bahwa karena sekolah merupakan agen masyarakat, maka sekolah harus membuat kurikulum berdasarkan analisa situasi sosial.
Walaupun Dewey memang beranggapan bahwa pendidikan bisa memungkinkan orang meningkatkan masyarakat, dia kurang setuju kalau pengajar mengutamakan masyarakat sebagai sumber. Dia menulis “kapanpun kita memikirkan tentang diskusi sebuah pambaharuan pendidikan, penting bagi kita untuk memilih yang lebih luas, atau pandangan sosial.  Jika kita gagal dalam mempertimbangkan hal yang lebih luas, pandangan sosial, maka perubahan akan dianggap karena campur tangan seorang guru yang seenaknya,lebih parahnya lagi jika iseng saja, dan peningkatan terus menerus pada detil tertentu saja”. Modifikasi yang terus menerus pada kurikulum dan material instruksional sama dengan dampak perubahan situasi sosial dan sama dengan usaha untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baru yang dibentuk dengan perubahan, dalam industry dan komersial.
Namun beberapa tahun kemudian Bode menyatakan, “Tujuan pendidikan bukanlah untuk menempatkan seseorang di masyarakat, tapi untuk memungkinkan dia menentukan tempatnya”. Beberapa orang menganggap bahwa pemerintah harus menentukan bagaimana cara merencanakan kurikulum, jadi kurikulum kita akan mirip dengan kurikulum kita akan mirip dengan kurikulum nasional Eropa.  Berdasarkan ini, kurikulum hanya akan berubah sesuai perintah legislatif atau yudisial. Beberapa pendapat lain yakin bahwa perencanaan kurikulum harus dimaksudkan untuk kebaikan masyarakat. Para ahli rekonstruksion berpendapat lain, kurikulum harus menekankan ide yang akan merubah atau menningkatkan susunan masyarakat.
Sumber yang Kekal dan Mutlak. Beberapa orang menganggap bahwa perancang harus melihat masa lalu sebagai pedoman untuk materi yang cocok. Pandangan tradisonal ini, yang menggambarkan sebuah filosofi Berennialis, menganjurkan untuk memilih kebenaran mutlak yang dikembangkan orang-orang hebat di masa lampau. Rancangan seperti ini menekankan pada komponen isi/material.
Kemauan mutlak sebagai faktor dasar untuk rancangan kurikulum, berkaitan dengan kebenaran mutlak, menyatakan bahwa elemen kurikulum diungkapkan kepada manusia melalui injil atau dokumen religious lainnya. Walaupun ini merupakan sebuah pandangan popular selama masa kolonial di New England, ini tidak lagi digunakan oleh sekolah umum sekarang ini karena pemisahan mandat gereja dan negara. Tapi, banyak sekolah privat dan sekolah agama menganggap sumber kurikulum yang satu ini adalah yang paling penting.
Pengetahuan sebagai Sumber. Beberapa orang mungkin menganggap ilmu pengetahuan sebagai sumber perencanaan kurikulum terlalu sempit karena isinya tidak mencakup ilmu lainnya. Jika kita menganggap ilmu pengetahuan itu sebagai salah satu sumber terpenting kurikulum, tentu saja kita tidak akan meninggalkan isi materi tertentu. Hunkins sudah terlalu jauh dengan menyatakan ilmu pengetahuan sebagai sumber kurikulum satu-satunya dan bahwa masyarakat serta apa yang kita ketahui tentang pelajar merupakan penyaring dalam menentukan isi. Tentu saja pengetahuan tidak bisa diabaikan. Herbert Spencer menempatkan pengetahuan didalam kerangka kurikulum ketika dia ditanya, “pengetahuan apa yang paling penting?” ini merupakan pertanyaan yang sama yang dinyatakan Arno Bellack 8 tahun kemudian ketika dia membahas pengetahuan berhubungan dengan disiplin dan struktur kurikulum yang berbeda.
Orang yang menempatkan pengetahuan ditengah atau sebagai kunci sumber, menyadari bahwa itu disusun dengan cara tertentu. Pengetahuan yang teratur punya struktur dan metode tertentu yang ditentukan batasannya oleh ahlinya. Pengetahuan yang tidak teratur tidak memiliki isi yang unik, tapi punya isi yang acak sesuai fokus pembahasan. Fisika memiliki struktur konseptual dan proses yang unik. Tapi ekonomi rumahan tidaklah teratur karena isinya tidak unik namun dibentuk dari bermacam disiplin lain dan disesuaikan pada fokus tertentu.
Anak didik sebagai Sumber. Perancang kurikulum progresif dan pendidik yang lebih suka kurikulum pengajaran yang terpusat pada anak didik dan pengalaman menganggap anak didik sebagai sumber utama.
Orang yang mengutamakan siswa cenderung mengabaikan materi dan pengetahuan, setidaknya yang terakhir menjadi bahasan kedua. Sekarang ini, dengan penekanan pada kepintaran akademis, kurikulum yang terpusat pada siswa dianggap ketinggalan zaman. Akan tetapi, guru Sekolah Dasar masih menganggap bahwa keutamaan memperhitungkan kebutuhan dan minat siswa sebagai sumber utama perencanaan kurikulum. Pada sekolah menengah, kurikulum yang terpusat pada siswa makin berkurang, tidak seperti tahu 1960 dan 1970an, ketika “relevansi” dan “humanisme” memudar.
3.      Kerangka Konseptual : Penyusunan Horizontal dan Vertikal
Rancangan kurikulum, penyusunan komponen atau elemen kurikulum, berada pada dua dimensi penyusunan horizontal dan vertikal. Penyusunan horizontal mengaitkan penyusun kurikulum dengan jangkauan dan integrasi, yaitu penyusunan elemen kurikulum secara berdampinagn/setara. Contohnya menyusun isi dari mata pelajaran sejarah, antropologi dan sosiologi menjadi sebuah materi yang berhubungan dengan bidang yang setara melibatkan penyusunan horizontal. Mengambil isi dari suatu mata pelajaran, contohnya matematika dan menghubungkannya dengan isi bidang lain seperti science, merupakan contoh lain penyusunan horizontal.
Penyusunan vertikal, yang terpusat pada konsep urutan dan berkelanjutan, berhubungan dengan penempatan elemen kurikulum secara berurutan. Contohnya, konsep kumpulan pada matematika diajarkan pada tingkat pertama dan dibahas lagi pada tiap tahun kurikkulum Sekoalah Dasar. Ini berhubungan dengan ide Bruner yaitu “kurikulum spiral”.
Walaupun keputusan rancangan merupakan hal yang penting, sepertinya kurikulum yang ada disekolah bukanlah hasil pertimbangan rancangan yang baik. Pada kebanyakan sekolah, keseluruhan rancangan kurikulum kurang diperhatikan. Kebanyakan dari kurikulum sekolah, tanpa mempertimbangkan tingkatannya, sangatlah tidak berhubungan baik secara horizontal maupun vertikal. Faktanya, elemen kurikulum sama seperti jahitan kain perca. Sebagaimana satu bagian dari kain perca tidak punya hubungan dengan bagian yang lain, begitu pulalah elemen kurikulum, contohnya tujuan kurikulum tidak berhubungan dengan isi, kurikulum sering muncul sebagai pemisah acak dari isi yang disusun sebagai hal tertentu yang sering meniru dan bertentangan dengan hal lain. Robert Zais menyatakan bahwa kebanyakan pelajaran dikurikulum sekolah merupakan hasil dari bentuk “pendidikan” terbaru dan tidak direncanakan dengan hati-hati.
4.      Pertimbangan- pertimbangan Dimensi Rancangan Kurikulum
Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya, rancangan kurikulum merupakan pernyataan yang menunjukkan hubungan antara komponen atau elemen kurikulum. Dalam membuat rancangan, perancang kurikulum harus melihatnya dari beberapa dimensi: jangkauan, integrasi, urutan, kontinuitas, sambungan dan keseimbangan.
Jangkauan. Ketika membahas rancangan kurikulum, pendidik harus mencakup keluasan dan kedalaman isinya yang disebut jangkauannya. J. Galen Saylor mendefinisikan jangkauan sebagai berikut : “jangkauan mencakup keluasan, variasi, dan jenis pengalaman pendidikan yang harus disediakan bagi siswa ketika mereka berkembang melalui program sekolah. Jangkauan mewakili kebebasan dalam memilih pengalaman kurikulum”. Isi apa yang harus dimasukkan kedalam kurikulum? kegiatan apa yang harus dimasukkan? apa yang akan menjadi tingkatan dan susunan dari elemen kurikulum?
Integrasi. Tantangan terbesar dalam menentukan jangkauan adalah integrasi pelajaran yang sangat banyak yang harus dihadapi siswa pada suatu tingkatan kurikulum. Idealnya, semua perancangan kurikulum itu sadar bahwa pembelajaran akan lebih efektif ketika isi suatu pelajaran berhubungan dengan isi topic dan tema yang berbeda. Ini merupakan sebuah cara untuk menghubungkan isi dengan pengalaman belajar dan kegiatan agar sesuai  dengan kebutuhan siswa. Jika ide dan konsep digunakan sebagai hal dasar untuk memperlihatkan hubungannya, integrasi bisa dicapai dengan beberapa cara, edngan cara memasukkan tapi tidak membatasi pengkombinasian mata pelajaran/atau memperlihatkan bagaimana isi merupakan material yang dibahas.
Berurutan. Ketika membahas urutan, perancang kurikulum ditantang untuk berhadapan dengan elemen kurikulum untuk mendorong pembelajaran kumulatif dan berkelanjutan, atau disebut dengan hubungan vertikal antara setiap kurikulum. “Taba sudah menyatakan orang yang berhubungan dengan ururtan telah membahas isi namun hanya memberikan sedikit perhatian pada urutan proses- semuakeahlian ini diperlukan untuk pemilihan isi”. Dia beranggapan bahwa kelalaian dalam memperhatikan urutan dalam proses pengembangan kemampuan kumulatif dan afektif berdampak pada kurikulum yang tidak optimal sebagaimana masalah yang timbul pada tingkatan sekolah.
Tentu saja, dalam menyusun isi menjadi urutan yang produktif kita tidak bisa betul-betul mengesampingkan bagaimana individu bekembang dan belajar. Namun, kitajuga tidak bisa mengabaikan struktur dan kelogisan isi. Kita juga tidak bisa melupakan bahwa anak didik punya minat dan kebutuhan individu dan group dan bahwa semua ini harus dipenuhi.
Smith, Stanley dan Shores menunjukkan 4 prinsip untuk pembelajaran sederhana menjdi kompleks, pembelajaran bersyarat,pembelajaran keseluruhan menjaddi bagian, dan pembelajaran berurutan.
1.      Pembelajaran sederhana menjadi kompleks menunjukkan bahwa isi disusun secara optimal yang berurutan dari komponen bagian sederhana menjadi komponen kompleks yang menggambarkan hubungan antar komponen. Idenya adalah pembelajaran yang optimal akan ada jika dimulai dengan materi yang mudah lalu agak susah.
2.      Pembelajaran bersyarat mirip dengan pembelajaran keseluruhan menjaddi bagian. Pemikirannya adalah bahwa setiap bagian kecil informasi atau pembelajaran harus dimengerti sebelum bagian lain dipahami.
3.      Pemebelajaran keseluruhan menjadi bagian mendapat dukungan dari penidikan psikologis. Isi dan pengalaman dalam kurikulum harus didahului dengan abstrak atau pengenalan.
4.      Pemebelajaran berurutan merupakan penyusunan isi yang berurutan. Seringnya, sejarah, ilmu politil, dan kejadian dunia disusun menggunakan prinsip ini. Kurikularis memilih prinsip ini karena menganggap “dunia-berkaitan”: isi disusun sesuai kejadiannya di dunia.
Berkelanjutan. Kelanjutan berhubungan dengan manipulasi atau pengulangan vertiakl komponen kurikulum. Tyler menunjukkan bahwa jika, contohnya, kehlian membaca merupakan tujuannya, maka penting adanya kesempatan yang berulang dan berkelanjutan dalam mempraktikan dan mengembangkan keahlian ini.
Kelanjutan sangat kelihatan pada pendapat Bruner “kurikulum spiral”. Bruner menyatakan bahwa kurikulum harus disusun sesuai hubungan antara atau struktur ide dasar setiap disiplin ilmu. Dalam memahami ide dasar ini siswa harus dikembangkan dan dikembangkan lagi dengan gaya spiral- untuk meningkatkan kedalaman dan keluasan ilmunya. Bruner menulis “sebuah kurikulum harus menyinggung ide secara berulang, dibangun pada siswa hingga semua siswamemahami semua hal yang ada”.
Konsep kurikulum spiral tidak hanya berkaitan dengan integrasi vertikal tapi juga horizontal. Ketika perancang kurikulum menekankan pada hubungan antar topic, dia berhadapan dengan integrasi vertikal. Ketika perancangan kurikulum membahas hubungan antara elemen, disiplin, bidang ilmu atau pengalamanyan berbeda, dia berhadapan dengan integrasi horizontal.
Sambungan dan Keseimbangan. Sambungan merupakan hubungan antara aspek kurikulum yang berbeda. Hubungan ini bisa saja vertikal atau horizontal. Sambungan vertikl menunjukkan hubungan aspek tertentu urutan kurikulum pada pelajaran, topic, atau kelas yang akan muncul di urutan program. Contohnya, seorang boleh merancang pengenalan atau aljabar kelas 9 jadi konsep di kelas aljabar berhubungan dengan konsep kunci dikelas geometri. Sambungan horizontal merujuk pada gabungan antara elemen yang muncul secara bersamaan.
Alberty dan Alberly mengemukakan sebuah variasi dari rancangan ini yang menahan konten dasar dari subjek, namun konten tersebut dipilih dan disusun dengan referensi untuk tema maupun masalah yang lebih luas. Variasi inilah yang harus dijadwalkan sehingga masing-masing area bisa berhubungan. Jadi siswa dapat bekerja dalam tugas-tugas yang berhubungan. Banyak guru-guru menggunakan rancangan korelasi karena dibutuhkan perencanaan secara kooperatif. Hal tersebut biasanya sulit karena guru-guru memiliki kelas sendiri di level dasar dan sedikit waktu untuk kolaborasi.
Pada level selanjutnya, guru-guru di susun dalam kompartemen terpisah. Guru-guru akan memiliki jadwal tertentu sehingga sedikit sekali waktu bekerja sama dengan guru lain.
5.      Rancangan Terpusat pada Pelajar
Kurikulum yang dibuat haruslah sesuai untuk siswa, sehingga edukator menyatakan bahwa siswa adalah fokus atau sasaran dari program.
Rancangan terpusat pada anak
Semua pembelajaran sekolah haruslah terpusat pada kebutuhan dan ketertarikan anak. Banyak penyokong menyangkal dugaan bahwa anak-anak adalah miniatur remaja. Rousseaun mengemukakan “kebebasan teratur” yang diasumsikan pada kompetensi anak. Guru diharapkan mengarahkan keingintahuan anak menggunakan hal yang sesuai bagi perkembangan anak.
Henrich dan Friedrich berpendapat bahwa anak-anak akan mendapat realisasi diri melalui partisipasi sosial dengan prinsip belajar sambil melakukan.
Parker percaya bahwa metode instruksi harus dibentuk oleh pendekatan alami siswa. Karena siswa belajar menggunakan bahasa melalui kata, mereka harus diajari membaca melalui “metode kata”.
Dewey mengemukakan dugaan yang sama. Kurikulum disusun sekitar impuls manusia; untuk bersosialisasi, membentuk, bertanya, menyelidiki, eksperimen, dan berekspresi. Dewey memandang edukasi sebagai sebuah proses sosial yang memberikan fungsi sosial. Perkembangan individualitas anak adalah sesuatu yng berkesinambungan, bukan sesuatu yang diberikan sekali waktu.
Kilpatrick menggabungkan 4 langkah dalam metodologi – mencanangkan, merencanakan, melaksanakan dan evaluasi -, yang disebut sebagai Metode Proyek.
Tujuan sosialnya adalah kurikulum yang terpusat pada pengalaman. Saat pokok permasalahan dipresentasikan, hal tersebut berpindah dari divisi yang sempit dan terintegrasi selingkar unit eksperimen.
Rancangan terpusat pada anak berkembang tahun 1920-an dan 1950-an. Tahun 1904, Junius Merian mendirikan sekolah yang ditekankan untuk anak-anak. Sekolah ini menggunakan observasi, drama, cerita, dan pekerjaan tangan anak-anak sebagai dasar menyusun kurikulum.
6.      Rancangan Berbasis Pengalaman
Berbeda dengan rancangan berbasis anak-anak, rancangan ini memuat pertumbuhan pembelajaran bergantung pada partisipasi aktif anak-anak. Subjek hanyalah pelengkap untuk membantu anak-anak menyelesaikan masalah. Dugaan ini membuat rancangan diatas hampir tidak mungkin diterapkan.
Tahun 1934 Dewey mengemukakan bahwa ketertarikan bisa disamakan dalam pilihan anak-anak. Edukator harus waspada mengingat ketertarikan siswa cenderung berubah-ubah dan tiba-tiba. Para guru bertanggung jawab mengidentifikasi dan memacu ketertarikan siswa/anak-anak, yang sesuai dengan evolusi  masyarakat. Pelajar bukanlah penerima pasif materi. Mereka adalah pusat aktivitas sekolah. Edukator tidak bisa mengabaikan anak dalam rancangan kurikulum karena anak dilihat sebagai susuatu yang vital. Anak dan kurikulum adalah dua hal yang berjalan searah.
Beberapa spesialis kurikulum menyatakan kita harus memperhatikan hubungan materi dan subjek dalam kurikulum dengan anak-anak dan pengalamannya.
Tanner mengidentifikasi kurikulum sengai rekonstruksi pengetahuan dan pengalaman yang dikembangkan secara sistematis dibawah naungan sekolah.
7.      Rancangan Romantik (Radikal)
Romantik kontemporary mengemukakan bahwa sebenarnya bisa saja tidak ada kurikulum yang berkembang sebelum siswa menghadiri kelas dan kebutuhan serta ketertarikan mereka muncul. Beberapa roman menyatakan tidak berguna merencanakan isi dari program dalam memacu kedatangan siswa.
John Holt menyatakan :
Dugaan sebuah kurikulum sebagai bagian penting pengetahuan, akan menjadi tidak jelas meskipun anak-anak mengingat dengan jelas yang kita ajarkan. Kita tidak bisa setuju tentang ilmu apa yang penting.
Ide tentang kurikulum tidak akan valid meskipun kita bisa setuju isinya. Karena pengetahuan itu berkembang. Banyak hal-hal yang dipelajari siswa akan menjadi salah di tahun-tahun selanjutnya.
Paul Goodman bahkan menyatakan bahwa saat edukator berperan mempengaruhi perkembangan siswa menurut penyusunan kurikulum, mereka akan memacu kapasitas individu dalam belajar. Para guru tidak sepenuhnya memperhatikan situasi yang bermanfaat bagi para siswa. Goodman bahkan menyatakan lebih baik kaum miskin dan menengah tidak sekolah. Goodman berpendapat, masyarakat luas adalah korup dan rapresif. Anak-anak memiliki kemampuan alami untuk menentukan pengalaman apa yang paling baik untuk belajar, jika diberi kebebasan.
Kelemahan utama dari rancangan berbasis pelajar adalah ketidakefisienan edukasinya. Para siswa tidak memiliki pengalaman yang menuntun mereka mengetahui apa yang mereka butuhkan untuk belajar. Kelemahan kedua adalah kurangnya penentuan struktur horizontal. Kritikan ketiga yaitu kurangan kontinuitas. Memusatkan rancangan pada kemauan siswa menyebabkan sulitnya mempertahankan kontinuitas. Hal ini karena ketertarikan siswa tidak bisa diprediksi.
8.      Rancangan Humanistik
Rancangan ini terpusat pada pelajar- terutama pada konsep diri siswa. Carl Roger bependapat bahwa orang-orang bisa memunculkan belajar melalui diri sendiri dengan menggunakan sumber sendiri, untuk meningkatkan pemahaman diri, belajar konsep diri dan perilaku dasar dan memandu kebiasaan mereka sendiri.
Individual mampu melakukan inisiasi diri dan respon terhadap kegiatan yang mengarahkan pada pilihan intelek dan pengarahan diri. Mereka akan menjadi orang-orang yang kritis. Pertemuan edukasi adalah pembentukan daerah afektif (perasaan, sikap, nilai-nilai) dengan daerah kognitif (intelektual dan kemampuan). Pendekatan ini menambahkan komponen afektif ke dalam subjek kurikulum konvensional. Murid-murid ditantang untuk bertanggung jawab dan menghargai pilihan mereka dan merasa nyaman mengetahui mereka bisa bebas memilih.
Konfluen edukasi menekankan kepada partisipasi,pembagian kuasa, negosiasi dan tanggung jawab dan juga menekankan pada keseluruhan siswa dan integrasi pemikiran, perasaan dan perbuatan. Hal ini terpusat pada relevansi materi sejalan dengan kebutuhan siswa.
Weinstein dan Fantini memunculkan tipe dari konfluen edukasi dimana pemahaman dasar siswa menentukan konsep apa yang dipelajari. Pengarang membedakan perhatian dan ketertarikan. Perhatian adalah psikologi dasar siswa dan pembawaan sosiologis. Perhatian dibagi menjadi 3 : perhatian terhadap gambar diri, ketidakcocokan, dan kontrol terhadap hidup seseorang.
Mereka juga menyatakan kurikulum memiliki 3 struktur pengikat : Pertama terdiri dari membaca, menghitung dan menulis. Kedua terdiri dari aktivitas rancangan untuk mengeluarkan talenta dan kemampuan siswa, yang ketiga berkaitan dengan penelitian group.
Humanistik edukator menyadari bahwa kognitif, afektif dan psikomotor saling terhubung dari rancangan kurikulum harus mengarah pada dimensi diatas. Kurikulum ini menekankan kepada konsep positif diri dan skill interpersonal. Melalui intuisi, seseorang mampu mengakses pemikiran kreatifnya dan menggerakkan persepsi atas realitas.
Humanistik kurikulum juga memiliki kelemahan salah satunya yaitu humanis fokus  kepada metode mereka dan teknik-teknik namun tidak mempertimbangkan konsekuensinya terhadap pelajar. Selanjutnya yaitu adanya ketidak konsistenan terhadap siswa-siswa dan aktivitas. Terakhir yaitu terhadap tiga bagian psikologi.
9.      Rancangan Berbasis Permasalahan
Terfokus kepada masalah hidup, baik untuk individu maupun sosial. Kurikulum ini disusun untuk menekankan tradisi kultur dan mempertemukan masyarakat dan kebutuhan sosial. Rancangan ini direncanakan sebelum kedatangan siswa, namun kurikularis harus menyesuaikan berdasarkan situasi pelajar. Materi yang dipilih harus relevan kepada masalah dibawah pertimbangan. Karena rancangan ini menggambarkan masalah sosial dan kebutuhan, ketertarikan dan kemampuan pelajar, maka ada beberapa variasi.
10.  Rancangan Situasi Hidup
Rancangan ini dikemukakan oleh Florence diawal Perang Dunia II yang didasarkan pada prinsip yang diambil dari studi perpindahan pembelajaran. Murid-murid akan menemukan bahwa pelajaran mereka lebih berguna dan bisa diaplikasikan. Stratemeyer mengemukakan daftar ketahanan situasi hidup :
a.       Situasi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan kapasitas individu :
·         Kesehatan
·         Kemampuan intelektual
·         Tanggung jawab
·         Ekspresi dan apresiasi estetik
b.      Situasi yang dibutuhkan untuk partisipasi social :
·         Hubungan individu ke individu
·         Keanggotaan group
·         Hubungan didalam group
c.       Situasi dibutuhkan untuk pertumbuhan kemampuan berhubungan dengan factor lingkungan :
·         Fenomena alam
·         Fenomena teknologi
·         Struktur ekonomi, sosial dan politik
Stratemeyer menyatakan, perencanaan yang baik harus membedakan ketertarikan dan kegunaannya dalam memacu perkembangan generalisasi. Salah satu kelebihan rancangan ini adalah prosedur pemecahan masalah. Proses dan materi diintegrasi secara efektif. Kelebihan lainnya yaitu, kegunaan pengalaman pelajar sebagai sarana menganalisis kehihdupan sekitar.
Namun rancanngan ini juga memiliki kekurangan, yaitu apa batasan area dan urutan dari kebutuhan lingkungan. Selain itu, rancangan ini tidak mengekspos siswa kepada warisan kultural mereka, sehingga tidak mendoktrin siswa terhadap situasi yang terjadi.
11.  Rancangan Inti
Kurikulum ini juga disebut inti “fungsi sosial”. Rancangan ini berpusat pada edukasi umum dan didasarkan pada masalah yang muncul pada aktivitas umum manusia. Ada beberapa variasi rancangan ini yaitu : Rancangan inti material subjek dan rancangan area tempat tinggal. Rancangan ini dibuat sebelum kehadiran siswa.
Fokus pemecahan masalah dilakukan berbeda namun karakteristik tertentu direkomendasikan seperti yang direkomendasikanoleh Faunce dan Bossing :
a.       Masalah ditentukakan oleh guru maupun siswa
b.      Group konsensus dibuat untuk menentukan masalah dan ketertarikan kelas
c.       Masalah dipilih berdasarkan kriteria yang dikembangkan untuk seleksi
d.      Masalah dinyatakan dan didefinisikan
e.       Area belajar diputuskam, termasuk pembagian individu dan group
f.       Informasi didaftarkan dan didiskusikan
g.      Sumber untuk mencari informasi dipampangkan  dan didiskusikan
h.      Informasi disediakan dan disusun
i.        Informasi dianalisa dan diinterpretasi
j.        Kesimpulan disebutkan dan dites
k.      Laporan ditampilkan secara individu dan group
l.        Kesimpulan dievaluasi
m.    Eksplorasi baru mengenai pemecahan masalah diperiksa
Keuntungan rancangan ini yaitu kesatuan isi, subjek yang relevan untuk siswa dan dorongan informasi secara aktif. Namun kelemahannya yaitu terlalu jauh dari kurikulum tradisional. Dan juga memerlukan material yang susah dicari. Konvensional text book juga tidak membantu rancangan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar