RANCANGAN KURIKULUM
A.
Pendahuluan
Konsep
rancangan kurikulum membahas bagaimana kurikulum dibuat, terutama susunan nyata
bagian-bagiannya. Di bab ini istilah “curriculum design”- terkadang disebut
“curriculum organization”- merupakan penyusunan bagian-baggian kurikulum
menjadi sebuah kesatuan yang nyata.
Bagian-bagian
yang biasanya disebut komponen atau elemen yaitu : (1) tujuan; (2) material;
(3) pengalaman belajar; dan (4) evaluasi. Makna dan cara penyusunan
komponen-komponen pada perencanaan kurikulumlah yang disebut rancangan
kurikulum. Walaupun kebanyakan dari perencanaan kurikulum memiliki keempat
komponen utama ini, sering terjadi ketidakseimbangan. Sering, isi atau material yang menjadi bahasan utama.
Tapi, terkadang sekolah membuat rancangan
yang menekankan pada tujuan dan evaluasi. Beberapa rancangan
mengutamakan pengalaman belajar dan kegiatan.
B.
Pembahasan
1.
Komponen-Komponen
Rancangan
Rancangan
kurikulum membahas makna dan penyusunan bagian-bagian utamanya. Bagian-bagian
ini berasal dari penemuan klasik H.
Giles, salah satu anggota dari “The Eight-Year Study”. Dia menggunakan istilah
“komponen” untuk menunjukkan hubungan, dan meletakkan pengalaman belajar
dibawah “metode dan susunan”.
Perancang
keempat komponen menanyakan empat pertanyaan kepada pembuat kurikulum : Apa
yang harus dilakukan? Material apa yang harus dimasukkan? Strategi instruktusional, sumber, dan kegiatan apa
yang akan dimasukkan? Metode dan instrument apa yang akan digunakan untuk
menilai hasil dari kurikulum? Menurut Giles, keempat komponen itu saling
berkaitan; keputusan yang dibuat untuk sebuah komponen tergantung pada
keputusan yang dibuat untuk komponen lainnya.
Ketika
Giles membicarakan tentang paradigma, ada model lain yang sangat mirip yang
dibuat Tyler beberapa tahun setelahnya. Namun, model Tyler menunjukkan
perhatian langsung pada elemen kunci kurikulum, sementara paradigma Giles
menunjukkan interaksi terus menerus diantara komponen-komponen. Tyler, yang
juga merupakan anggota “The Eight-Year Study” menyatakan bahwa dia telah
mempengaruhi Giles dalam pengonsepan kerangka kurikulumnya.
Rancangan
kurikulum melibatkan bermacam hal filosofis atau teoritis sebagaimana juga hal
praktikal. Prinsip filosofis seseorang akan mempengaruhinya dalam
menginterpretasikan dan memilih tujuan; mempengaruhi isi yang dipilihnya dan
bagaimana dia akan menyusunnya; mempengaruhi keputusannya tentang cara mengajar
atau menyampaikan isi kurikulum; dan menuntun penilaiannya tentang cara
mengevaluasi kesuksesan kurikulum yang dibuat.
Tidak
semua rancangan harus memiliki keempat komponen yang dinyatakan Giles. Namun
sebuah rancangan kurikulum tidak harus menyediakan kerangka nilai dan prioritas
yang konsisten menyangkut keputusan operasional yang dibutuhkan dalam
menyampaikan kurikulum.
Jika
sebuah kurikulum dirancang dengan pas, berarti pembuat keputusan kurikulum
telah memaknai dan menjangkau komponen kurikulum yang akan diutamakan. Hilda
Taba menyatakan bahwa pada kebanyakan rancangan kurikulum terdapat keempat
komponen utama Giles, tapi kebanyakan tidak seimbang, karena komponennya tidak
dimaknai dengan baik atau tidak dipertimbangkan hubungannya dengan dasar
pemikiran. Tentu saja, bermacam tipe rancangan yang kita diskusikan di bab ini
merupakan hasil dari memasukkan komponen atau elemen kurikulum tertentu.
2.
Sumber
Rancangan Kurikulum
Semua
yang berhubungan dengan rancangan kurikulum harus menjelaskan pandangan
filosofis dan sosialnya terhadap masyarakat dan pelajar individu atau yang
biasanya disebut sumber kurikulum. Untuk menentukan pengaruh rancangan
kurikulum, kita harus memperhatikan bagaimana sumber-sumber itu akan
mempengaruhi pendidikan. Bagaimana perencana kurikulum merespon pertanyaan:
“Apakah sumber-sumber ide untuk pendidikan?” akan mempengaruhi pandangannya
tentang rancangan kurikulum. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi seorang
perancang kurikulum untuk mengetahui orientasi filosofis dan sosialnya. Jika
mereka mengabaikan pertanyaan filosofis dan sosial, rancangan kurikulum mereka
akan memiliki dasar pemikiran yang terbatas atau membingungkan. Taba menyatakan
bahwa “kebanyakan ketidakseimbangan antara teori dan praktek mungkin disebabkan
oleh kurangnya dasar pemikiran.
Ronall
Doll menjelaskan empat sumber ide yang menjaring rancangan kurikulum-ilmu
pengetahuan, masyarakat, kebenaran mutlak, dan kemauan yang kuat. Sumber-sumber
ini hampir sama dengan sumber kurikulum; diperkenalkan oelh Dewey dan Bode dan
dipopulerkan oleh Tyler- pengetahuan, masyarakat, dan anak didik.
Ilmu pengetahuan
sebagai sumber. Seseorang yang menganggap ilmu pengetahuan
sebagai sumber kurikulum sangat berpegangan pada penggunaan metode ilmiah dalam
menentukan kebenaran. Mereka memilih dan menyusun elemen kebenaran itu didalam
kurikulum yang bisa diamati dan diukur. Rancangan materi utama yang akan
dibahas selanjutnya biasanya berasal dari seseorang yang memandang ilmu
pengetahuan sebagai sumber ide yang paling utama.
Masyarakat sebagai
sumber. Perancang kurikulum yang menganggap masyarakat
sebagai sumber kurikulum beranggapan bahwa karena sekolah merupakan agen masyarakat,
maka sekolah harus membuat kurikulum berdasarkan analisa situasi sosial.
Walaupun
Dewey memang beranggapan bahwa pendidikan bisa memungkinkan orang meningkatkan
masyarakat, dia kurang setuju kalau pengajar mengutamakan masyarakat sebagai
sumber. Dia menulis “kapanpun kita memikirkan tentang diskusi sebuah
pambaharuan pendidikan, penting bagi kita untuk memilih yang lebih luas, atau
pandangan sosial. Jika kita gagal dalam
mempertimbangkan hal yang lebih luas, pandangan sosial, maka perubahan akan dianggap
karena campur tangan seorang guru yang seenaknya,lebih parahnya lagi jika iseng
saja, dan peningkatan terus menerus pada detil tertentu saja”. Modifikasi yang
terus menerus pada kurikulum dan material instruksional sama dengan dampak
perubahan situasi sosial dan sama dengan usaha untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat baru yang dibentuk dengan perubahan, dalam industry dan komersial.
Namun
beberapa tahun kemudian Bode menyatakan, “Tujuan pendidikan bukanlah untuk
menempatkan seseorang di masyarakat, tapi untuk memungkinkan dia menentukan
tempatnya”. Beberapa orang menganggap bahwa pemerintah harus menentukan
bagaimana cara merencanakan kurikulum, jadi kurikulum kita akan mirip dengan
kurikulum kita akan mirip dengan kurikulum nasional Eropa. Berdasarkan ini, kurikulum hanya akan berubah
sesuai perintah legislatif atau yudisial. Beberapa pendapat lain yakin bahwa
perencanaan kurikulum harus dimaksudkan untuk kebaikan masyarakat. Para ahli
rekonstruksion berpendapat lain, kurikulum harus menekankan ide yang akan
merubah atau menningkatkan susunan masyarakat.
Sumber yang Kekal dan
Mutlak. Beberapa orang menganggap bahwa perancang harus
melihat masa lalu sebagai pedoman untuk materi yang cocok. Pandangan tradisonal
ini, yang menggambarkan sebuah filosofi Berennialis, menganjurkan untuk memilih
kebenaran mutlak yang dikembangkan orang-orang hebat di masa lampau. Rancangan
seperti ini menekankan pada komponen isi/material.
Kemauan
mutlak sebagai faktor dasar untuk rancangan kurikulum, berkaitan dengan
kebenaran mutlak, menyatakan bahwa elemen kurikulum diungkapkan kepada manusia
melalui injil atau dokumen religious lainnya. Walaupun ini merupakan sebuah
pandangan popular selama masa kolonial di New England, ini tidak lagi digunakan
oleh sekolah umum sekarang ini karena pemisahan mandat gereja dan negara. Tapi,
banyak sekolah privat dan sekolah agama menganggap sumber kurikulum yang satu
ini adalah yang paling penting.
Pengetahuan sebagai
Sumber. Beberapa orang mungkin menganggap ilmu pengetahuan
sebagai sumber perencanaan kurikulum terlalu sempit karena isinya tidak
mencakup ilmu lainnya. Jika kita menganggap ilmu pengetahuan itu sebagai salah
satu sumber terpenting kurikulum, tentu saja kita tidak akan meninggalkan isi
materi tertentu. Hunkins sudah terlalu jauh dengan menyatakan ilmu pengetahuan
sebagai sumber kurikulum satu-satunya dan bahwa masyarakat serta apa yang kita
ketahui tentang pelajar merupakan penyaring dalam menentukan isi. Tentu saja
pengetahuan tidak bisa diabaikan. Herbert Spencer menempatkan pengetahuan
didalam kerangka kurikulum ketika dia ditanya, “pengetahuan apa yang paling
penting?” ini merupakan pertanyaan yang sama yang dinyatakan Arno Bellack 8
tahun kemudian ketika dia membahas pengetahuan berhubungan dengan disiplin dan
struktur kurikulum yang berbeda.
Orang
yang menempatkan pengetahuan ditengah atau sebagai kunci sumber, menyadari
bahwa itu disusun dengan cara tertentu. Pengetahuan yang teratur punya struktur
dan metode tertentu yang ditentukan batasannya oleh ahlinya. Pengetahuan yang
tidak teratur tidak memiliki isi yang unik, tapi punya isi yang acak sesuai
fokus pembahasan. Fisika memiliki struktur konseptual dan proses yang unik.
Tapi ekonomi rumahan tidaklah teratur karena isinya tidak unik namun dibentuk
dari bermacam disiplin lain dan disesuaikan pada fokus tertentu.
Anak didik sebagai
Sumber. Perancang kurikulum progresif dan pendidik yang
lebih suka kurikulum pengajaran yang terpusat pada anak didik dan pengalaman
menganggap anak didik sebagai sumber utama.
Orang
yang mengutamakan siswa cenderung mengabaikan materi dan pengetahuan,
setidaknya yang terakhir menjadi bahasan kedua. Sekarang ini, dengan penekanan
pada kepintaran akademis, kurikulum yang terpusat pada siswa dianggap
ketinggalan zaman. Akan tetapi, guru Sekolah Dasar masih menganggap bahwa
keutamaan memperhitungkan kebutuhan dan minat siswa sebagai sumber utama
perencanaan kurikulum. Pada sekolah menengah, kurikulum yang terpusat pada
siswa makin berkurang, tidak seperti tahu 1960 dan 1970an, ketika “relevansi”
dan “humanisme” memudar.
3.
Kerangka
Konseptual : Penyusunan Horizontal dan Vertikal
Rancangan
kurikulum, penyusunan komponen atau elemen kurikulum, berada pada dua dimensi
penyusunan horizontal dan vertikal. Penyusunan horizontal mengaitkan penyusun
kurikulum dengan jangkauan dan integrasi, yaitu penyusunan elemen kurikulum
secara berdampinagn/setara. Contohnya menyusun isi dari mata pelajaran sejarah,
antropologi dan sosiologi menjadi sebuah materi yang berhubungan dengan bidang
yang setara melibatkan penyusunan horizontal. Mengambil isi dari suatu mata
pelajaran, contohnya matematika dan menghubungkannya dengan isi bidang lain
seperti science, merupakan contoh lain penyusunan horizontal.
Penyusunan
vertikal, yang terpusat pada konsep urutan dan berkelanjutan, berhubungan
dengan penempatan elemen kurikulum secara berurutan. Contohnya, konsep kumpulan
pada matematika diajarkan pada tingkat pertama dan dibahas lagi pada tiap tahun
kurikkulum Sekoalah Dasar. Ini berhubungan dengan ide Bruner yaitu “kurikulum
spiral”.
Walaupun
keputusan rancangan merupakan hal yang penting, sepertinya kurikulum yang ada
disekolah bukanlah hasil pertimbangan rancangan yang baik. Pada kebanyakan
sekolah, keseluruhan rancangan kurikulum kurang diperhatikan. Kebanyakan dari
kurikulum sekolah, tanpa mempertimbangkan tingkatannya, sangatlah tidak
berhubungan baik secara horizontal maupun vertikal. Faktanya, elemen kurikulum
sama seperti jahitan kain perca. Sebagaimana satu bagian dari kain perca tidak
punya hubungan dengan bagian yang lain, begitu pulalah elemen kurikulum,
contohnya tujuan kurikulum tidak berhubungan dengan isi, kurikulum sering
muncul sebagai pemisah acak dari isi yang disusun sebagai hal tertentu yang
sering meniru dan bertentangan dengan hal lain. Robert Zais menyatakan bahwa kebanyakan
pelajaran dikurikulum sekolah merupakan hasil dari bentuk “pendidikan” terbaru
dan tidak direncanakan dengan hati-hati.
4.
Pertimbangan-
pertimbangan Dimensi Rancangan Kurikulum
Seperti
yang telah dinyatakan sebelumnya, rancangan kurikulum merupakan pernyataan yang
menunjukkan hubungan antara komponen atau elemen kurikulum. Dalam membuat
rancangan, perancang kurikulum harus melihatnya dari beberapa dimensi:
jangkauan, integrasi, urutan, kontinuitas, sambungan dan keseimbangan.
Jangkauan. Ketika
membahas rancangan kurikulum, pendidik harus mencakup keluasan dan kedalaman
isinya yang disebut jangkauannya. J. Galen Saylor mendefinisikan jangkauan
sebagai berikut : “jangkauan mencakup keluasan, variasi, dan jenis pengalaman
pendidikan yang harus disediakan bagi siswa ketika mereka berkembang melalui
program sekolah. Jangkauan mewakili kebebasan dalam memilih pengalaman
kurikulum”. Isi apa yang harus dimasukkan kedalam kurikulum? kegiatan apa yang
harus dimasukkan? apa yang akan menjadi tingkatan dan susunan dari elemen
kurikulum?
Integrasi. Tantangan
terbesar dalam menentukan jangkauan adalah integrasi pelajaran yang sangat
banyak yang harus dihadapi siswa pada suatu tingkatan kurikulum. Idealnya,
semua perancangan kurikulum itu sadar bahwa pembelajaran akan lebih efektif
ketika isi suatu pelajaran berhubungan dengan isi topic dan tema yang berbeda.
Ini merupakan sebuah cara untuk menghubungkan isi dengan pengalaman belajar dan
kegiatan agar sesuai dengan kebutuhan
siswa. Jika ide dan konsep digunakan sebagai hal dasar untuk memperlihatkan
hubungannya, integrasi bisa dicapai dengan beberapa cara, edngan cara
memasukkan tapi tidak membatasi pengkombinasian mata pelajaran/atau
memperlihatkan bagaimana isi merupakan material yang dibahas.
Berurutan. Ketika
membahas urutan, perancang kurikulum ditantang untuk berhadapan dengan elemen
kurikulum untuk mendorong pembelajaran kumulatif dan berkelanjutan, atau
disebut dengan hubungan vertikal antara setiap kurikulum. “Taba sudah
menyatakan orang yang berhubungan dengan ururtan telah membahas isi namun hanya
memberikan sedikit perhatian pada urutan proses- semuakeahlian ini diperlukan
untuk pemilihan isi”. Dia beranggapan bahwa kelalaian dalam memperhatikan
urutan dalam proses pengembangan kemampuan kumulatif dan afektif berdampak pada
kurikulum yang tidak optimal sebagaimana masalah yang timbul pada tingkatan
sekolah.
Tentu
saja, dalam menyusun isi menjadi urutan yang produktif kita tidak bisa
betul-betul mengesampingkan bagaimana individu bekembang dan belajar. Namun, kitajuga
tidak bisa mengabaikan struktur dan kelogisan isi. Kita juga tidak bisa
melupakan bahwa anak didik punya minat dan kebutuhan individu dan group dan
bahwa semua ini harus dipenuhi.
Smith,
Stanley dan Shores menunjukkan 4 prinsip untuk pembelajaran sederhana menjdi
kompleks, pembelajaran bersyarat,pembelajaran keseluruhan menjaddi bagian, dan
pembelajaran berurutan.
1. Pembelajaran
sederhana menjadi kompleks menunjukkan bahwa isi disusun secara optimal yang
berurutan dari komponen bagian sederhana menjadi komponen kompleks yang
menggambarkan hubungan antar komponen. Idenya adalah pembelajaran yang optimal
akan ada jika dimulai dengan materi yang mudah lalu agak susah.
2. Pembelajaran
bersyarat mirip dengan pembelajaran keseluruhan menjaddi bagian. Pemikirannya
adalah bahwa setiap bagian kecil informasi atau pembelajaran harus dimengerti
sebelum bagian lain dipahami.
3. Pemebelajaran
keseluruhan menjadi bagian mendapat dukungan dari penidikan psikologis. Isi dan
pengalaman dalam kurikulum harus didahului dengan abstrak atau pengenalan.
4. Pemebelajaran
berurutan merupakan penyusunan isi yang berurutan. Seringnya, sejarah, ilmu
politil, dan kejadian dunia disusun menggunakan prinsip ini. Kurikularis
memilih prinsip ini karena menganggap “dunia-berkaitan”: isi disusun sesuai
kejadiannya di dunia.
Berkelanjutan. Kelanjutan
berhubungan dengan manipulasi atau pengulangan vertiakl komponen kurikulum.
Tyler menunjukkan bahwa jika, contohnya, kehlian membaca merupakan tujuannya,
maka penting adanya kesempatan yang berulang dan berkelanjutan dalam
mempraktikan dan mengembangkan keahlian ini.
Kelanjutan
sangat kelihatan pada pendapat Bruner “kurikulum spiral”. Bruner menyatakan
bahwa kurikulum harus disusun sesuai hubungan antara atau struktur ide dasar
setiap disiplin ilmu. Dalam memahami ide dasar ini siswa harus dikembangkan dan
dikembangkan lagi dengan gaya spiral- untuk meningkatkan kedalaman dan keluasan
ilmunya. Bruner menulis “sebuah kurikulum harus menyinggung ide secara
berulang, dibangun pada siswa hingga semua siswamemahami semua hal yang ada”.
Konsep
kurikulum spiral tidak hanya berkaitan dengan integrasi vertikal tapi juga
horizontal. Ketika perancang kurikulum menekankan pada hubungan antar topic,
dia berhadapan dengan integrasi vertikal. Ketika perancangan kurikulum membahas
hubungan antara elemen, disiplin, bidang ilmu atau pengalamanyan berbeda, dia
berhadapan dengan integrasi horizontal.
Sambungan dan
Keseimbangan. Sambungan merupakan hubungan antara
aspek kurikulum yang berbeda. Hubungan ini bisa saja vertikal atau horizontal.
Sambungan vertikl menunjukkan hubungan aspek tertentu urutan kurikulum pada
pelajaran, topic, atau kelas yang akan muncul di urutan program. Contohnya,
seorang boleh merancang pengenalan atau aljabar kelas 9 jadi konsep di kelas
aljabar berhubungan dengan konsep kunci dikelas geometri. Sambungan horizontal
merujuk pada gabungan antara elemen yang muncul secara bersamaan.
Alberty
dan Alberly mengemukakan sebuah variasi dari rancangan ini yang menahan konten
dasar dari subjek, namun konten tersebut dipilih dan disusun dengan referensi
untuk tema maupun masalah yang lebih luas. Variasi inilah yang harus
dijadwalkan sehingga masing-masing area bisa berhubungan. Jadi siswa dapat
bekerja dalam tugas-tugas yang berhubungan. Banyak guru-guru menggunakan
rancangan korelasi karena dibutuhkan perencanaan secara kooperatif. Hal
tersebut biasanya sulit karena guru-guru memiliki kelas sendiri di level dasar
dan sedikit waktu untuk kolaborasi.
Pada
level selanjutnya, guru-guru di susun dalam kompartemen terpisah. Guru-guru
akan memiliki jadwal tertentu sehingga sedikit sekali waktu bekerja sama dengan
guru lain.
5.
Rancangan
Terpusat pada Pelajar
Kurikulum
yang dibuat haruslah sesuai untuk siswa, sehingga edukator menyatakan bahwa
siswa adalah fokus atau sasaran dari program.
Rancangan terpusat pada
anak
Semua
pembelajaran sekolah haruslah terpusat pada kebutuhan dan ketertarikan anak.
Banyak penyokong menyangkal dugaan bahwa anak-anak adalah miniatur remaja.
Rousseaun mengemukakan “kebebasan teratur” yang diasumsikan pada kompetensi
anak. Guru diharapkan mengarahkan keingintahuan anak menggunakan hal yang
sesuai bagi perkembangan anak.
Henrich
dan Friedrich berpendapat bahwa anak-anak akan mendapat realisasi diri melalui
partisipasi sosial dengan prinsip belajar sambil melakukan.
Parker
percaya bahwa metode instruksi harus dibentuk oleh pendekatan alami siswa.
Karena siswa belajar menggunakan bahasa melalui kata, mereka harus diajari
membaca melalui “metode kata”.
Dewey
mengemukakan dugaan yang sama. Kurikulum disusun sekitar impuls manusia; untuk
bersosialisasi, membentuk, bertanya, menyelidiki, eksperimen, dan berekspresi.
Dewey memandang edukasi sebagai sebuah proses sosial yang memberikan fungsi
sosial. Perkembangan individualitas anak adalah sesuatu yng berkesinambungan,
bukan sesuatu yang diberikan sekali waktu.
Kilpatrick
menggabungkan 4 langkah dalam metodologi – mencanangkan, merencanakan,
melaksanakan dan evaluasi -, yang disebut sebagai Metode Proyek.
Tujuan
sosialnya adalah kurikulum yang terpusat pada pengalaman. Saat pokok
permasalahan dipresentasikan, hal tersebut berpindah dari divisi yang sempit
dan terintegrasi selingkar unit eksperimen.
Rancangan
terpusat pada anak berkembang tahun 1920-an dan 1950-an. Tahun 1904, Junius
Merian mendirikan sekolah yang ditekankan untuk anak-anak. Sekolah ini
menggunakan observasi, drama, cerita, dan pekerjaan tangan anak-anak sebagai
dasar menyusun kurikulum.
6.
Rancangan
Berbasis Pengalaman
Berbeda
dengan rancangan berbasis anak-anak, rancangan ini memuat pertumbuhan pembelajaran
bergantung pada partisipasi aktif anak-anak. Subjek hanyalah pelengkap untuk
membantu anak-anak menyelesaikan masalah. Dugaan ini membuat rancangan diatas
hampir tidak mungkin diterapkan.
Tahun
1934 Dewey mengemukakan bahwa ketertarikan bisa disamakan dalam pilihan
anak-anak. Edukator harus waspada mengingat ketertarikan siswa cenderung
berubah-ubah dan tiba-tiba. Para guru bertanggung jawab mengidentifikasi dan
memacu ketertarikan siswa/anak-anak, yang sesuai dengan evolusi masyarakat. Pelajar bukanlah penerima pasif
materi. Mereka adalah pusat aktivitas sekolah. Edukator tidak bisa mengabaikan
anak dalam rancangan kurikulum karena anak dilihat sebagai susuatu yang vital.
Anak dan kurikulum adalah dua hal yang berjalan searah.
Beberapa
spesialis kurikulum menyatakan kita harus memperhatikan hubungan materi dan
subjek dalam kurikulum dengan anak-anak dan pengalamannya.
Tanner
mengidentifikasi kurikulum sengai rekonstruksi pengetahuan dan pengalaman yang
dikembangkan secara sistematis dibawah naungan sekolah.
7.
Rancangan
Romantik (Radikal)
Romantik
kontemporary mengemukakan bahwa sebenarnya bisa saja tidak ada kurikulum yang
berkembang sebelum siswa menghadiri kelas dan kebutuhan serta ketertarikan
mereka muncul. Beberapa roman menyatakan tidak berguna merencanakan isi dari
program dalam memacu kedatangan siswa.
John
Holt menyatakan :
Dugaan
sebuah kurikulum sebagai bagian penting pengetahuan, akan menjadi tidak jelas
meskipun anak-anak mengingat dengan jelas yang kita ajarkan. Kita tidak bisa
setuju tentang ilmu apa yang penting.
Ide
tentang kurikulum tidak akan valid meskipun kita bisa setuju isinya. Karena
pengetahuan itu berkembang. Banyak hal-hal yang dipelajari siswa akan menjadi
salah di tahun-tahun selanjutnya.
Paul
Goodman bahkan menyatakan bahwa saat edukator berperan mempengaruhi
perkembangan siswa menurut penyusunan kurikulum, mereka akan memacu kapasitas
individu dalam belajar. Para guru tidak sepenuhnya memperhatikan situasi yang
bermanfaat bagi para siswa. Goodman bahkan menyatakan lebih baik kaum miskin
dan menengah tidak sekolah. Goodman berpendapat, masyarakat luas adalah korup
dan rapresif. Anak-anak memiliki kemampuan alami untuk menentukan pengalaman
apa yang paling baik untuk belajar, jika diberi kebebasan.
Kelemahan
utama dari rancangan berbasis pelajar adalah ketidakefisienan edukasinya. Para
siswa tidak memiliki pengalaman yang menuntun mereka mengetahui apa yang mereka
butuhkan untuk belajar. Kelemahan kedua adalah kurangnya penentuan struktur
horizontal. Kritikan ketiga yaitu kurangan kontinuitas. Memusatkan rancangan
pada kemauan siswa menyebabkan sulitnya mempertahankan kontinuitas. Hal ini
karena ketertarikan siswa tidak bisa diprediksi.
8.
Rancangan
Humanistik
Rancangan
ini terpusat pada pelajar- terutama pada konsep diri siswa. Carl Roger
bependapat bahwa orang-orang bisa memunculkan belajar melalui diri sendiri
dengan menggunakan sumber sendiri, untuk meningkatkan pemahaman diri, belajar
konsep diri dan perilaku dasar dan memandu kebiasaan mereka sendiri.
Individual
mampu melakukan inisiasi diri dan respon terhadap kegiatan yang mengarahkan
pada pilihan intelek dan pengarahan diri. Mereka akan menjadi orang-orang yang
kritis. Pertemuan edukasi adalah pembentukan daerah afektif (perasaan, sikap,
nilai-nilai) dengan daerah kognitif (intelektual dan kemampuan). Pendekatan ini
menambahkan komponen afektif ke dalam subjek kurikulum konvensional.
Murid-murid ditantang untuk bertanggung jawab dan menghargai pilihan mereka dan
merasa nyaman mengetahui mereka bisa bebas memilih.
Konfluen
edukasi menekankan kepada partisipasi,pembagian kuasa, negosiasi dan tanggung
jawab dan juga menekankan pada keseluruhan siswa dan integrasi pemikiran,
perasaan dan perbuatan. Hal ini terpusat pada relevansi materi sejalan dengan
kebutuhan siswa.
Weinstein
dan Fantini memunculkan tipe dari konfluen edukasi dimana pemahaman dasar siswa
menentukan konsep apa yang dipelajari. Pengarang membedakan perhatian dan
ketertarikan. Perhatian adalah psikologi dasar siswa dan pembawaan sosiologis.
Perhatian dibagi menjadi 3 : perhatian terhadap gambar diri, ketidakcocokan,
dan kontrol terhadap hidup seseorang.
Mereka
juga menyatakan kurikulum memiliki 3 struktur pengikat : Pertama terdiri dari
membaca, menghitung dan menulis. Kedua terdiri dari aktivitas rancangan untuk
mengeluarkan talenta dan kemampuan siswa, yang ketiga berkaitan dengan
penelitian group.
Humanistik
edukator menyadari bahwa kognitif, afektif dan psikomotor saling terhubung dari
rancangan kurikulum harus mengarah pada dimensi diatas. Kurikulum ini menekankan
kepada konsep positif diri dan skill interpersonal. Melalui intuisi, seseorang
mampu mengakses pemikiran kreatifnya dan menggerakkan persepsi atas realitas.
Humanistik
kurikulum juga memiliki kelemahan salah satunya yaitu humanis fokus kepada metode mereka dan teknik-teknik namun
tidak mempertimbangkan konsekuensinya terhadap pelajar. Selanjutnya yaitu
adanya ketidak konsistenan terhadap siswa-siswa dan aktivitas. Terakhir yaitu
terhadap tiga bagian psikologi.
9.
Rancangan
Berbasis Permasalahan
Terfokus
kepada masalah hidup, baik untuk individu maupun sosial. Kurikulum ini disusun
untuk menekankan tradisi kultur dan mempertemukan masyarakat dan kebutuhan
sosial. Rancangan ini direncanakan sebelum kedatangan siswa, namun kurikularis
harus menyesuaikan berdasarkan situasi pelajar. Materi yang dipilih harus
relevan kepada masalah dibawah pertimbangan. Karena rancangan ini menggambarkan
masalah sosial dan kebutuhan, ketertarikan dan kemampuan pelajar, maka ada
beberapa variasi.
10. Rancangan Situasi Hidup
Rancangan
ini dikemukakan oleh Florence diawal Perang Dunia II yang didasarkan pada
prinsip yang diambil dari studi perpindahan pembelajaran. Murid-murid akan
menemukan bahwa pelajaran mereka lebih berguna dan bisa diaplikasikan.
Stratemeyer mengemukakan daftar ketahanan situasi hidup :
a. Situasi
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan kapasitas individu :
·
Kesehatan
·
Kemampuan intelektual
·
Tanggung jawab
·
Ekspresi dan apresiasi estetik
b. Situasi
yang dibutuhkan untuk partisipasi social :
·
Hubungan individu ke individu
·
Keanggotaan group
·
Hubungan didalam group
c. Situasi
dibutuhkan untuk pertumbuhan kemampuan berhubungan dengan factor lingkungan :
·
Fenomena alam
·
Fenomena teknologi
·
Struktur ekonomi, sosial dan politik
Stratemeyer
menyatakan, perencanaan yang baik harus membedakan ketertarikan dan kegunaannya
dalam memacu perkembangan generalisasi. Salah satu kelebihan rancangan ini
adalah prosedur pemecahan masalah. Proses dan materi diintegrasi secara
efektif. Kelebihan lainnya yaitu, kegunaan pengalaman pelajar sebagai sarana
menganalisis kehihdupan sekitar.
Namun
rancanngan ini juga memiliki kekurangan, yaitu apa batasan area dan urutan dari
kebutuhan lingkungan. Selain itu, rancangan ini tidak mengekspos siswa kepada
warisan kultural mereka, sehingga tidak mendoktrin siswa terhadap situasi yang
terjadi.
11. Rancangan Inti
Kurikulum
ini juga disebut inti “fungsi sosial”. Rancangan ini berpusat pada edukasi umum
dan didasarkan pada masalah yang muncul pada aktivitas umum manusia. Ada
beberapa variasi rancangan ini yaitu : Rancangan inti material subjek dan
rancangan area tempat tinggal. Rancangan ini dibuat sebelum kehadiran siswa.
Fokus
pemecahan masalah dilakukan berbeda namun karakteristik tertentu
direkomendasikan seperti yang direkomendasikanoleh Faunce dan Bossing :
a. Masalah
ditentukakan oleh guru maupun siswa
b. Group
konsensus dibuat untuk menentukan masalah dan ketertarikan kelas
c. Masalah
dipilih berdasarkan kriteria yang dikembangkan untuk seleksi
d. Masalah
dinyatakan dan didefinisikan
e. Area
belajar diputuskam, termasuk pembagian individu dan group
f. Informasi
didaftarkan dan didiskusikan
g. Sumber
untuk mencari informasi dipampangkan dan
didiskusikan
h. Informasi
disediakan dan disusun
i.
Informasi dianalisa dan diinterpretasi
j.
Kesimpulan disebutkan dan dites
k. Laporan
ditampilkan secara individu dan group
l.
Kesimpulan dievaluasi
m. Eksplorasi
baru mengenai pemecahan masalah diperiksa
Keuntungan
rancangan ini yaitu kesatuan isi, subjek yang relevan untuk siswa dan dorongan
informasi secara aktif. Namun kelemahannya yaitu terlalu jauh dari kurikulum
tradisional. Dan juga memerlukan material yang susah dicari. Konvensional text book juga tidak membantu rancangan
ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar